Minggu, 17 Januari 2016

Cerpen : Metamorfosa Kupu-kupu

Diposting oleh Unknown di 08.23
Metamorfosa Kupu-kupu
By : Kenny Damayanti
Hidup dalam suasana yang terbilang baru merupakan sesuatu yang tidak mudah. Hal itu yang tengah dirasakan oleh Bella, seorang gadis remaja yang sedang berada dalam masa sulitnya.
            “Mama gak mau kalau kamu masih bermasalah disini. Dengar, mama sayang kamu, kamu sayang mama kan, Bel? Tolong bantu mama,” ucap mama Bella yang setelah mengantar Bella menemui kepala sekolah di SMA barunya.
            Bella diam tanpa berkata sedikit pun disertai wajah yang merengut kesal.
            Bella beranjak mencari kelasnya dengan dipimpin oleh guru yang akan mengajar dikelasnya sekarang.
            “Kamu tunggu disini sebentar ya, Bella,” kata guru itu sambil memegang lengan Bella sebagai isyarat pengertian dan kemudian berjalan masuk kekelas.
            Tak lama kemudian, guru tersebut mempersilakan masuk.
            Bella berjalan santai mengarah tempat guru tersebut berdiri. Bella memperhatikan seluruh sisi kelas sambil mengunyah permen karetnya yang sedari tadi belum ia buang.
            “Perkenalkan dirimu,” tegas guru itu.
            Bella memulainya, “Nama gue Isabella Winita, lo semua bisa panggil gue Bella, sekian,” ucapnya singkat.
            Ibu guru itu hanya bisa menuruti yang sekiranya hal itu sudah cukup untuk diperkenalkan kepada seluruh murid, “Silahkan duduk dikursi yang kosong, Bella,” Perintahnya lagi.
            Bella pergi mencari tempat yang kosong. Tepat! Diposisi paling belakang dan berada di sisi pojok kelas. Itu tempat yang disukai Bella.
            Semua mata masih memandang Bella. Bella menyadarinya, tetapi ia tetap dengan gayanya yang santai dan cool.
            Bel istirahat berbunyi.
            Semua murid-murid asyik bercanda ria dengan teman-temannya. Semua mempunyai kegiatan yang berbeda untuk menikmati jam istirahatnya, termasuk Bella. Ketika semua sibuk mencari hiburan, Bella sibuk mengitari seluruh sudut sekolah. Entah apa yang ia cari.
            Di sekolah yang sekarang ini merupakan sekolah terfavorit di kota Bandung, SMA Athens. Tidak heran jika sekolah ini sangat luas.
            Bella akhirnya berhenti berlabuh. Ia menepi dibagian sekolah yang sepi dan bersama dengan orang-orang yang tenang. Bella sedang berada di taman. Dia duduk lalu mendengarkan musik kesukaannya. Itu sudah menjadi kebiasaanya. Menurutnya, hal yang paling bisa mengerti dengan kondisinya hanyalah musik. Ia sangat amat menyukai musik, apapun jenisnya. Jika musik itu bisa mengambil hati Bella, ia akan memutarkannya berkali-kali.
            Tepukan di bahu Bella memecah pikiran Bella. Ia melihat kearah tepukan itu, “Eh lo anak baru ya?” sapaan awal untuk Bella dari orang asing yang sebelumnya belum pernah ia temui.
            Sebenarnya Bella malas sekali untuk berkenalan dengan orang yang berada disampingnya ini. Tetapi, untuk pertama kalinya ia masuk ke sekolah ini, ia harus bersikap sopan terlebih dahulu. “Iya,” jawabnya singkat disertai sunggingan senyum tipis dari bibirnya.
            “Boleh gue duduk disini?” balas orang asing itu.
            Bella mengangguk menandakan persetujuannya.
            “Oh iya, kenalin nama gue Rafi. Gue kelas 11 IPA2, kelasnya sebelahan sama lo kok. Kalo lo?” jawabnya lagi dengan rasa antusias.
            Bella semakin tidak nyaman karena ada orang yang sudah merusak zona nyamannya, “Gue Bella, kelas 11 IPA1,” jawabnya singkat.
            “Ngomong-ngomong alasan lo pindah kesini apa? Apa karena ayah lo dipindahtugaskan kesini jadi lo pindah juga gitu?” tanyanya lagi yang sebut saja orang asing itu bernama Rafi.
            Mendengar itu, seketika Bella berubah sensitif, “Gak usah sok tau deh, lagipula apa urusannya juga sama lo,” balasnya ketus dan beranjak pergi meninggalkan tempatnya.
            Bella memang sensitif ketika mendengar alasan ia pindah ke kota ini. Terlebih lagi ia sangat membenci kata Ayah didalam kehidupannya. Bella terlahir di dalam keluarga yang bahagia, awalnya. Hingga akhirnya, saat ia lulus SMP, keluarga Bella hancur, ayah dan ibunya bercerai. Orang yang paling dekat dengan Bella yaitu ayahnya. Tetapi sejak kejadian perceraian itu, ayahnya tidak ingin tahu keadaan Bella. Bertemu saja mereka tidak pernah, dan pada saat itu juga Bella membenci ayahnya.
            Hari pertama sudah Bella lalui. Ia tetap menjadi gadis yang keras kepala dengan segala emosi yang ada dibenaknya. Dan kehidupannya pun selalu dikerumuni oleh awan gelap yang bisa menerka kapan saja layaknya petir. Asalkan saja tidak ada pemicu petir itu, Bella akan tetap menjadi gadis yang baik seperti remaja lainnya.
            Hari-hari telah ia lalui satu persatu.
            Dikantin...
            Walaupun Bella sudah bersekolah disekolah ini lebih dari satu hari, setidaknya ia tetap tidak mempunyai teman. Jiwa sosialnya terganggu karena tragedi itu.
            Bella makan dengan lahap saat itu. Tiba-tiba...
            “Bella...” sapanya yang tiba-tiba muncul dan duduk di depan Bella yang tengah asyik menyantap makan siangnya itu.
            Bella menoleh, ah dia lagi, “Ada apa?” jawabnya singkat sambil menggenggam minumannya lalu menyeruputnya pelan.
            “Gue mau minta maaf soal yang kemarin, gue sama sekali gak tau, dan maaf karena mungkin udah buat lo sakit hati sama omongan gue yang kemarin,” jelas Rafi panjang lebar dengan raut wajah yang sedikit memelas.
            “Gak usah minta maaf, lo gak salah,” jawab Bella yang masih dengan tatapannya yang mengarah ke Rafi.
            “Serius? Gue gak enak jadinya sama lo,” balas Rafi lagi.
            “Iya. Lupain aja,” balasnya singkat dan masih menatap Rafi datar.
            Rafi mengangguk ragu. Kemudian diam tanpa suara sedikit pun.
            “So?” sela Bella yang sudah tidak sabar untuk menyantap makan siangnya itu lagi.
            “Ng, lo kok sendirian aja? Gue temenin aja boleh kan?” pinta Rafi dengan nada bicara sedikit hati-hati.
            “Bukan urusan lo, gue mau sendiri kek, berdua kek, itu gak ada ngaruhnya sama lo kan? Mending lo sana deh,” jawab Bella ketus dengan isyarat tangan yang berarti mengusir.
            Rafi terdiam. Pada saat itu juga Rafi mengetahui watak Bella sesungguhnya, tetapi hal itu tidak menyurutkan niat Rafi untuk tetap berteman dengan Bella. Justru hal itu merupakan suatu tantangan tersendiri bagi Rafi.
            Rafi memanggil pelayan kantin, “Mas, pesen satu baso sama satu es teh ya. gak pake lama ya, Mas,” jelas Rafi.
            Seraya menunggu pesanan Rafi datang. Rafi memandang Bella dengan tenang yang sedang makan itu. Rafi menganggap Bella itu unik. Bella merupakan gadis remaja anak SMA, tetapi hanya Bella yang tidak tertarik sedikit pun terhadap Rafi. Padahal, Rafi adalah cowok idaman seantero sekolah SMA nya, semua gadis-gadis disekolah itu tergila-gila dengannya, karena Rafi tampan, pandai, dan ramah. Tapi disini, Bella mengacuhkannya.
            Bella tiba-tiba sadar bahwa saat itu sedang diperhatikan oleh Rafi, “Apaan sih? Kayak gak punya pemandangan lain aja ngeliatin gue,” ucap Bella dengan nada ketus dan judes.
            Rafi membalasnya dengan tawa, dan kebetulan pada saat itu juga makanan pesanan Rafi datang. Rafi langsung menyantap lahap sampai tidak ada yang tersisa. Setelah itu ia berdiri, “Bel, bayarin pesenan gue ya,” kemudian pergi menjauh meninggalkan Bella yang tengah itu sedang menatap datar punggung Rafi.
            Bella melongo bingung, “Eh apa-apaan ini, Raf! Rafi!” teriaknya yang tidak terlalu kencang karena ia sadar ia sedang berada ditempat umum. Namun teriakan Bella tidak membuat langkah Rafi terhenti. Mau tak mau Bella harus membayar ini semua, dan Bella punya rasa kesal yang sangat amat terhadap Rafi.
            Sepulang sekolah Bella tidak ingin langsung pulang ke rumah. Bella menyempatkan untuk pergi ke salah satu Mall di kota Bandung untuk membeli album lagu band kesukaannya. Bella melepas rasa frustrasinya disini, berada diantara orang-orang yang mempunyai kebahagiannya masing-masing, namun Bella sendiri dengan pikirannya yang kalut dan kacau akan kejadian masa lalunya. Bella tidak punya siapa-siapa sejak hal itu terjadi, ia hanya ingin kehidupannya kembali seperti dulu, menjadi keluarga bahagia yang selalu membuat Bella tersenyum dan tertawa bahagia.
            Usai Bella membeli barang yang cari, ia hendak menaiki eskalator untuk mencari es krim kesukaannya sebagai peningkat mood nya kala itu. Ketika di eskalator, diarah yang berlawanan, ia melihat pemandangan yang ia anggap sebuah bencana dan malapetaka. Ia melihat ayah nya sedang merangkul wanita lain yang sudah pasti itu bukan ibunya. Bella anggap ini memang sudah seharusnya terjadi, tetapi anak mana yang tidak sakit hati melihat ayah nya, orang yang ia sayangi seperti itu. Lantas Bella menghampiri ayahnya itu dengan emosi yang terpendam. Bella hanya ingin mencoba menyapa ayahnya, dan harapan Bella semoga ayahnya membalasnya dengan baik.
            “Ayah...” panggil Bella dengan tatapan nanar yang sebentar lagi akan menumpahkan airmatanya.
            Ayah Bella terkejut dengan keberadaan Bella disini, sekaligus wanita yang sedang dirangkul oleh ayahnya itu pun ikut terkejut. Mereka pergi tanpa mengindahkan Bella di situ. Mereka melihat, tetapi mereka acuh seakan tidak ada yang harus dipermasalahkan disini.
            Bella meraih lengan ayahnya dan menangis sejadi-jadinya, “Yah, Bella kangen ayah, ayah...” ayahnya tetap berlalu tanpa memikirkan perasaan Bella saat itu. Bella menangis. Tak peduli berapa pasang mata yang sedang menyaksikan tangisan Bella. Yang Bella mau ayah nya kembali, dan mengusap airmatanya serta ikut bersama untuk pulang dan menjalin kebahagiaan seperti dulu.
            Tiba-tiba Rafi muncul dihadapannya dan memegang kuat kedua lengan Bella seraya menguatkan Bella untuk tidak runtuh. Rafi membawa Bella ketempat yang lebih aman dan sepi. Rafi membawanya ke parkiran, yang menurutnya tidak terlalu banyak orang. Mereka duduk dibagian pinggir sisi parkiran yang memang menjadi sudut nyaman untuk mereka berdua saat itu.
            “Nih, pake,” kata Rafi sambil menyodorkan sapu tangan bercorak biru abstrak.
            Bella meraihnya, dan mengusapnya pelan kebagian wajahnya. Ia tetap kalut dalam kesedihannya.
            “Gue mungkin sok tau, tapi gue yakin tebakan gue bener. Lo begini karna bokap lo?” ucap Rafi sambil memandang Bella dengan iba.
            Bella sudah kehabisan daya untuk emosi saat itu, yang ia mau hanya endapan emosi didalam hatinya harus ia keluarkan, ia sudah tak tahan lagi, “Hmm, iya lo bener. Gue begini karena bokap gue. Gue gak tau harus gimana, bukannya gue gak sayang sama nyokap gue, gue sayang banget, tapi gue juga sayang sama keluarga gue yang dulu. Gue pengen kayak orang lain, punya keluarga bahagia, nyokap bokapnya care sama anak-anaknya, ga kayak gue. Anak brokenhome kayak gue bisa apa?” jelas Bella dengan nada suara parau. Mungkin sebentar lagi airmatanya akan kembali tumpah membasahi pipinya.
            Rafi iba mendengar itu semua. Dan kini Rafi mengetahui satu fakta yang belum pernah ia ketahui, “Emang terkadang hidup gak sesuai sama apa yang kita mau, kita disini hidup berjalan sesuai skenario Tuhan, dan ibaratnya lo sebagai pemain di kehidupan lo sendiri, bagaimanapun caranya ini cerita lo, ini kehidupan lo, lo harus bisa buat cerita hidup lo sebagus mungkin, dan buat ini semua jadi happy ending.”
Kata mutiara yang keluar dari mulut Rafi sedikit membuka pandangan Bella. Bella sedikit tersadar akan kehidupannya sekarang. Kehidupan yang selalu ditutupi awan gelap, emosi, dan tertutup oleh kelakuan-kelakuan negatifnya, “Lo kenapa mau bertemen sama gue? Gue bukan cewek baik-baik. Gue gak pantes ditemenin,” ucap Bella seraya mempersiapkan diri untuk pergi meninggalkan Rafi.
Rafi ikut beranjak dari tempatnya, “Siapa bilang lo gak pantes ditemenin? Gue seneng kok bertemen sama lo. Dari awal gue liat lo, gue tau lo bukan orang yang menyenangkan, karna itu gue mau bertemen sama lo. Gue pengen ubah lo. Emang lo pikir gue bisa sampe sini pake sihir? Engga, Bel. Gue ngikutin lo dari belakang. Jadi stop merendahkan diri sendiri. Come on, lo udah gede, jangan kayak anak kecil terus,” jelasnya panjang lebar.
Perkataan Rafi mampu membuat langkah Bella berhenti. Sosok seperti Rafi lah yang ia butuhkan. Sosok yang mampu membantu Bella menghadapi semua kesulitan dalam hidupnya. Bella akhirnya mau menerima Rafi menjadi bagian hidupnya yang kelam, dan berusaha untuk mencari celah datangnya pelangi ke kehidupan Bella. Karena Bella yakin, sesudah hujan deras, akan muncul pelangi yang lebih indah.
Hari-hari berlalu tanpa terasa. Hidup Bella semakin hari semakin berubah. Bella yang dulu gadis keras kepala, susah diatur, emosi mudah meluap, dan perasaan yang sering kacau. Kini, sedikit demi sedikit sudah terkontrol dengan baik, dan hal itu bisa membuat ibu Bella tersenyum lega. Ini semua berkat Rafi. Ia yang menjadi teman baik Bella sampai pada akhirnya Bella berubah menjadi gadis yang lebih baik.
“Bel, gue kadang suka heran sama diri gue. Kok bisa ya gue ngurusin anak ulet yang baru lahir biar sampe jadi kupu-kupu?” ucap Rafi ketika yang tengah memandang langit biru cerah yang membentang luas.
“Hah? Maksud lo?” tanya Bella bingung sambil menatap bingung ke arah Rafi.
Rafi membalasnya dengan tawa, “Ya iya, gue kenapa bisa ngejinakin lo gitu, Bel? suka aneh sih, lucu aja gitu,” balas Rafi yang masih dengan suara tawanya.
“Lo pikir gue anak ulet? Parah lo ya, Raf!” sahut Bella dengan diiringi tawanya sambil menepuk-nepuk pundak Rafi.
Rafi tersenyum indah sambil memandang gadis yang dulunya ia kenal buas kini menjadi gadis yang lembut dan menyenangkan. Rafi menyukainya. Terlukis senyum yang lebar saat itu, yang Rafi pikirkan, Rafi sama sekali tidak menduga kalau ia akan jatuh hati pada gadis yang menurutnya bukan tipe nya. Niat awal Rafi mendekati Bella hanya karena ia ingin berteman dengan Bella, tidak lebih. Rafi lelah jika berteman dengan lawan jenisnya, sudah dipastikan lawan jenis tersebut akan muncul perasaan kepada Rafi. Tetapi, kini Rafi menemukan yang berbeda. Bella benar-benar menganggap Rafi sebagai sahabat baiknya.
“Bel, gue mau pamit sama lo. Hmm, kita udah kelas 12 SMA sekarang, dan bertepatan kenaikan kelas kemarin, bokap gue mau gue pindah ke Amsterdam. Dan besok gue harus berangkat,” ucap Rafi yang masih terfokus pada langit yang seakan lebih mencuri pandangannya.
Mendengar pengakuan Rafi, Bella sedih. Dari awal Bella bersekolah disini, hanya Rafi yang selalu setia menjadi sahabat Bella, “Raf, lo serius? Kenapa baru bilang sekarang?” Bella berusaha menutup nada bicara paraunya. Bella mencoba untuk tetap kuat.
“Sorry ya, Bel. Gue cuma mau kita kayak biasa tanpa harus mempersulitkan keadaan bahwa gue bakalan gak ada lagi di saat lo butuh,” jelas Rafi sambil memegang tangan Bella dan menatap lekat ke dalam bola mata Bella.
Bella tunduk. Lemas. Ia bingung harus apa, “Hmm, oke gapapa kok, Raf! Santai aja, gue bakalan baik-baik aja disini.” Balas Bella sambil menyunggingkan senyum indahnya dihadapan Rafi. Bella tidak mau jika kesedihan Bella akan menjadi penghalang Rafi nantinya, “Gue yakin, lo pasti bisa sukses disana. Bokap lo hebat ya, ngelakuin apapun demi cita-cita anaknya. Seandainya itu gue ya, Raf.” Tambahnya diiringi tawa kecilnya.
“Bel, dengerin gue. Selama gue gak ada lo harus bisa jaga diri lo ya. Cewek macem lo tuh susah banget gue temuin. Gue seneng kenal lo. Dan gue janji sama lo, gue bakalan balik kesini buat ketemu lo. Lo cewek terbaik yang pernah gue kenal, Bel.” balas Rafi dengan senyum manisnya. Dan tanpa sadar, Bella ikut melukis senyum dibibirnya. Bella senang mengetahui itu.
“Lo bakalan balik lagi ke sini buat ketemu gue? Serius? Janji?” balas Bella sambil menyodorkan jari kelingkingnya sebagai tanda perjanjian mereka.
Rafi tersenyum, “Gue janji!” Rafi mengaitkan kelingkingnya ke kelingking Bella dan tertawa bahagia lalu berpelukan. Mereka larut dalam suasana bahagia.
Bella menghargai setiap keputusan yang Rafi buat, karena menurut Bella, Rafi merupakan laki-laki yang bisa menepati janjinya. Bella dan Rafi mempunyai janji yang harus ditepati, mereka berdua kini hidup dengan komitmen yang mereka pegang teguh pada diri mereka masing-masing.
***
Yak, finally akhirnya gue bisa ngepost juga diblog yang udah banyak banget sarang laba-labanya mungkin yaa hehe. btw ini blog udah gue gabuka selama setahunan, dan tiba-tiba muncul lampu yang menyala terang diatas pucuk kepala gue ini dan terbit niat untuk ngepost cerpen. dan fyi, ini adalah salah satu tugas gue kuliah gue, *hey gue bukan anak sekolah lagi, aku sudah kuliah haha* intinya. ignore aja curhatan gue ini, fokus ke cerpen aja ya. gomawo!^^ 

            

0 komentar:

Posting Komentar

 

Kenny's Blog Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos