Fix You!
Chapter 1
By : Kenny Damayanti
Mencari keberadaan
yang entah kapan jelas keberadaannya. Mencari jawaban yang entah kapan akan
bertemu titik pencerahnya. Aku dan dia yang selalu tidak sejalan dengan apa
maunya alur takdir ini. Aku yang bisa disamakan dengan batu dan lawanku itu
air. Ah...ini benar-benar tidak sejalan. Aku yang mengacaukan ini semua. Dan
ini tidak pernah masuk kedalam dugaanku. Sama sekali.
Hubunganku dengan
Noval bisa dibilang cukup berani. Ya, seorang Livia berpacaran dengan salah
satu ketua Gengster. Terbayangkan? Tidak sebelumnya padaku. Dan pada akhirnya
ada pemeran utama yang mampu mengacaukan semua kisah indah ini menjadi petaka.
Aku tidak tau pasti siapa itu, yang pasti antara aku dan orang ketiga.
Hari itu ketika aku
usai bercanda ria seharian dengan Noval, ya dia pacarku. Dia baik, kukira.. dan
ini beda dari awal perkiraanku, ya aku salah disini.
“Makasih ya atas hari ini, Val. Kamu
pulang jgn ribut mulu. Aku khawatir kalo kamu terus-terusan kayak gini terus.
Aku gamau kamu hidup dengan berlabelkan ketua gengster terus. Kamu harus
berubah.” Ini yang selalu aku ucapkan, ya selalu nasihat ini, aku sayang dia,
karena pada awalnya kukira ini akan menjadi sebuah hubungan yang sempurna. Awalnya...
Dengan jawaban seperti biasanya,
Noval selalu mengerti maksudku, tapi tak pernah ia lakukan sedikitpun. Aku
bosan.
Aku masuk kedalam
rumah. Kulihat didepan rumah banyak kendaraan yang asing. Aku menduga kalau itu
hanya teman ayahku, tapi nyatanya tidak.
Aku melangkah
masuk. “Assalamualaikum..” sapaku sebentar dengan muka polos karna melihat tamu
didalam rumahku ini. Mereka siapa?aku tidak tau.
“Liv, kamu cepat taruh tas kamu, dan
duduk disamping Fiki ya.” Ayahku mengucapkan itu sebagai tanda kalimat selamat
datang kupikir. Ini kacau. Aku hanya bisa menurut. Namun, pikiranku tetap
bermain, siapa fiki?
Kutaruh tas ku, dan
aku kembali berhadapan adegan yang samasekali tidak tau prolognya apa.
“Kenapa, yah?” tanyaku dengan raut
tanda kebingungan sembari duduk disamping orang yang belum aku kenal, awalnya.
Ayah memulai dramanya, “Liv, kamu
akan ayah sandingkan bersama anak teman ayah ya?kamu setujukan?ayah harap kamu
setuju.”
Deg! Jantungku dirasa ingin
berhenti. Aku harus jawab apa? Aku mengelak atau menurut? Aku berada posisi
yang serba salah. Aku diam.
Ayah bereaksi dengan kediaman ku
ini. “Liv jawab.”
Aku kaget dan bingung.
“Ah...em...yah tapii..”
Ayah menyela cepat, “Tapi apa? ayah
gak mau kamu dapet pilihan yang salah, kamu ikutin kata ayah.” Aku diskak mat.
Diriku patung tengah itu.
Aku harus apa? Ayah
sudah mengeluarkan kata itu, kini aku harus menurut atau aku akan dihadapi
masalah besar. Aku tau ayah seperti apa. Tapi... Noval?
“Iya yah.” Jawabku singkat. Datar!
“Baiklah. Kamu keluar geh sama Fiki.
Kalian butuh pendekatan khusus.” Dengan mudah Ayah menjawab kalimat itu,
sedangkan aku hanya berpacu pada perasaan dan otakku.
Aku menurut perkataan ayahku. “Yuk.” Ajakku ke Fiki.
Dijalan. Awalnya
kami sama-sama berada dalam zona tenang. Tetapi kami pada akhirnya tidak
berkelanjutan dalam zona tenang itu. Kami mulai angkat bicara. Dan itu
didahului oleh, aku.
“Fik, gue mau tanya deh, lo setuju
emang sama perjodohan ini?” tanyaku untuk memastikan kalau dia punya pikiran
yang sama denganku. Mungkin dia sudah punya pacar diluar sana, sama denganku.
“Setuju kok. Lo tau? Gue temen kecil
lo, Liv. Mungkin lo lupa, tapi ini emang udah direncanain dari awal sama bokap
gue.” Jawaban yang menurutku lebih tak terduga lagi dari sebelumnya. Ini tahap
yang klimaks.
Aku menghela nafas terlebih dahulu
untuk menunjukan bahwa aku tenang. “Lo serius? Gue gak inget lo. Dan bokap gue
gapernah cerita apa-apa. Lo gak ngarang kan? Emang lo gapunya pacar gitu sama
sekali? Gue gapercaya.” Dan berakhir dengan kalimat yang istilahnya enggak
nyantai.
“Hahaha ini serius. Gue pacaran? Gue
udah jatuhcinta sama lo dari kecil. Gue gapernah punya pacar sekalipun, karna
gue tau kalo gue pada akhirnya bakal dijodohin sama cinta masa kecil gue, yaitu
elo. Gue gamungkin naroh harapan kecewek lain. Kalo lo masih gapercaya, gue
punya bukti kok.” Fiki merogoh kantung celananya, dan didapati dompet coklat
tuanya yang kemudian ia buka. Ada sesuatu yang ia cari disana. “Nih, ini foto
kita dulu. Lo liat, kita deket kan? Masih gapercaya? Gue yakin lo abis ini
bakalan inget memori ini.” Nadanya yang meyakinkanku.
Aku raih foto kusam itu. Dan
kupandang lekat-lekat. Ya.. itu benar aku. Aku ingat.
“Hmm, iya gue inget. Lo fiki yang
selalu nyamper gue main dan ngebantu kalo gue lagi nangis sendirian dibawah
pohon itukan?oke gue inget sekarang. Udah 15tahun lebih kita gak ketemu. Pantes
gue gak inget.” Balasku dengan nada rendah dari yang sebelumnya.
“Syukurlah kalo lu udah inget.”
Helaan nafas lega dari Fiki.
“Tapi... sebelum gue tau kalo gue
bakal dijodohin gini. Gue mau buat pengakuan sama lo.” Aku melanjutkan perjalananku
sambil diiringi bayangan Fiki yang mengikuti dari belakang.
Fiki reflek menoleh kearahku, dan
masih dengan langkah yang menemaninya dan aku. “Pengakuan? Haha silahkan, tapi
kayaknya gue udah tau apa yang mau lo omongin.” Dengan yakinnya Fiki meyakinkanku.
Aku sedikit tertegun dengan
jawabannya. “Hah? Lo tau? Emang apa?” aku menantangnya.
“Bahwa lo udah punya pacar. Ya kan?”
serius pada saat itu yang terlihat jelas dari tatapan tajam siletnya itu.
Dan lagi, kini aku lebih tertegun
lagi. Dan kebingungan mencari rangkaian kata yang susah untuk disatukan menjadi
suatu kalimat sempurna yang mampu dan bisa dimengerti. Itu cukup. Dan aku
hanyut dalam kebisuan! Tidak mampu berkata! Sekalipun! Dan hanya diiringi
senyum pahit yang terpancar diantara debu gelap yang bertebaran seakan ingin
ikut serta dalam peristiwa malam itu, aku hanya beradaptasi, ya adaptasi.
“Meskipun lo udah punya pacar,
selagi itu belum terlambat gapapa kan? Tenang, rasa sayang gue ke elo gabakal
berubah, gue gak kayak cowok lain yang gampang emosian, yaaa tapi gue bisa aja
meledak, tapi buat lo, gue gak mampu ngelakuin itu. Tapi gue mohon, gue pengen
kita serius, ini bukan pemaksaan, tapi ibaratnya.... gue lg coba ngutarain
perasaan gue, dan gue harap lo ngerti.” Ceramah panjang kali lebarnya membuka
mataku. Aku membutuhkan seseorang yang dewasa seperti ini. Tidak dengan pacar
ku yang sebelum, yang taklain adalah seorang ketua gengster. Ini menyeramkan.
Aku kembali membisu, dengan
kata-kata yang kacau dan berantakan serta belum aku susun menjadi sebuah
kalimat. Dan sekali lagi, aku bingung disini.
“Lo gaperlu jawab, gue udah tau kok
dari raut wajah lo. Gue percaya sama lo, Livia.” Nada halus itu membuatku
menoleh kehadapannya yang sedang memandangku lembut. Aku berada dizona nyaman
tengah itu, dan terbuai karenanya. Terimakasih. Malam ku ada pelangi malam ini,
yang langka kurasakan.
Aku kini mampu berkata. “Hmm,
makasih ya, Fik. Aku usahain. Insyaallah..” jawabku dengan senyum tenang.
Menenangkan keadaan yang sebenarnya didiriku kini sedang digerogoti kecemasan.
Taklain, Noval.
Paginya...
Pagi buta yang
memang buta karna masih terlihat gelap dan tak berwarna. Alasan apa ini yang
merasukiku untuk bangun dipagi hari? Aku mengutuk dan mencaci diriku. Ada
seseorang yang membangunkanku.
“Masih gelap. Nanti aja apa
ngebanguninnya.” Aku kesal karena dibangunkan tidak pada jamnya. Aku tidak suka
ini sama sekali.
“Bangun dulu, Liv. Temani Fiki tuh
didapur, dia lagi masakin kamu sarapan sama bekel sekolah kamu.” Jawabnya yang
sepertinya itu adalah suara mama.
Sontak aku kaget dan bangun. “Fiki?
Didapur?” aku bingung dicapur khawatir. Mau apa lagi dia? Mengganggu jam tidur
normalku? Istirahatku tidak benar-benar terlaksana kali ini. Batinku terus
berucap dengan pikiran yang berantakan. Dan bisa dibilang, pada saat itu aku
seperti sedang mengumpulkan berbagai energi untuk bangkit. Ya bangkit untuk
bertemu Fiki yang sudah merusak tidurku. Kau pikir, ini adalah jam 5pagi, this is suck!
Aku beranjak dari
kasur dengan malas. Dan kulangkahkan kakiku kearah dapur. Dan... surprise!
“Fik, lo ngapain?” tanyaku sambil
melihat samar-samar kearahnya.
Fiki terlihat terkejut dengan
kedatanganku, yang tengah itu sedang membuat makanan didapur. Dan dalam keadaan
masih sepagi itu, ini masih buta. “Eh, udah bangun ya?” kalimat itu terlontar
dengan senyuman yang membuat benakku nyaman. Entah, aku mulai bisa menerima
semua ini.
“Iya, bytheway... kamu lagi apa?
Masakin makanan buat aku? Ngapain kali, repot banget deh.” Jawabku sembari
duduk di tempat yang berada disisi meja makan.
“Kalo iya kenapa? Gaboleh?” jawabnya
yang masih sibuk dengan peralatan dapur itu. Baru kali ini aku melihat seorang
lelaki yang paham akan soal kegiatan wanita. Aku salut!
“Ya tapikan ak..” terpotong olehnya.
“Udah ya kamu mandi dulu geh. Iler
udah kemana-mana tuh, bau kali ngomong terus.” Jawabnya yang mengelak jawabku.
“Hmm, yaudah deh.” Jawabku singkat,
yang setelah itu pergi menghindar dari bayangan nyata itu.
Sesudahnya...
“Yuk, udah siap?” tanya Fiki sebagai
kalimat penyambut setelah sarapan bersama tadi.
“Yaudah yuk, kamu masuk jam berapa
deh?” tanyaku yang heran karna dia sudah berkorban untukku pagi ini.
“Jam tujuh sih.” Jawabnya sambil
menggaruk-garuk kepalanya dan gaya tawanya.
“Hah? Jam tujuh, kenapa ga ngomong
deh, kamu bakalan telat. Serius deh”
“bakalan lebih telat lagi kalo kamu
ngomong terus, Liv.” Bantahnya. Yang setelah itu langsung menarikku untuk
segera berangkat.
Diperjalanan aku
berangkat bersama Fiki, menggunakan alat transportasi sepedamotor yang menjadi
saksi kebisuan diperjalanan kami. Sekolah kami berbeda. Berbeda tempat, arah,
dan waktu pula. Bayangkan? Dia rela. Hanya untukku.
Disekolah, yang
menjadi buah pikiran yang sedang berputar-putar memainkan logika dan perasaan.
Keduanya berseteru hingga keadaan yang berujunglah yang mampu membuat hal ini
menemukan titik intinya.
Hari sekolahku,
kupikir semua berjalan dengan baik. Sekali lagi, itu hanya pikiranku. Realitanya?
Ah ini sungguh rumit. Noval pemeran utamanya hari ini. Bantu aku, tuhan. Apa keputusan
yang harus aku ambil? Memilih Fiki karna dialah orang yang...sejujurnya aku
nyaman sekali berada didekatnya untuk sekarang ini, Noval? Ah aku sayang dia,
bisakah aku pilih dia? Aku menyayanginya, karna dia yang sudah lebih awal
bersamaku, namun dulu keberadaan Fiki tidak aku ketahui. Aku harus bagaimana? Rasanya,
menghilang adalah keputusan yang tepat. Tapi...?
MAU TAU KELANJUTANNYA? WAIT FOR NEXT CHAPTER YAA!
THANK YOU BEFORE, MY LOVELY READERS! J
SILAHKAN KOMENTAR KALAU SUDAH BACA YAA
KRITIKAN DITERIMA, KARENA GUE JUGA MASIH BELAJAR HEHE
DONT BE SILENT READER PLEASE J
*NB : Dont CopyPaste!
3 komentar:
great !! keren cerita ,, nama tokoh nya nyelip satu tuh siapa ya !!! lanjutan nya ditunggu ,, kisah hidup bngt critnya wkwkkwkw
Sesungguhnya gue pengen ngelanjutin ini cerita,tp apa daya....daku sibuk:((((
Posting Komentar