Selasa, 11 November 2014

Cerpen : FIX YOU (Part 1)

Diposting oleh Unknown di 05.19 3 komentar
Fix You!
Chapter 1
By : Kenny Damayanti

Mencari keberadaan yang entah kapan jelas keberadaannya. Mencari jawaban yang entah kapan akan bertemu titik pencerahnya. Aku dan dia yang selalu tidak sejalan dengan apa maunya alur takdir ini. Aku yang bisa disamakan dengan batu dan lawanku itu air. Ah...ini benar-benar tidak sejalan. Aku yang mengacaukan ini semua. Dan ini tidak pernah masuk kedalam dugaanku. Sama sekali.
Hubunganku dengan Noval bisa dibilang cukup berani. Ya, seorang Livia berpacaran dengan salah satu ketua Gengster. Terbayangkan? Tidak sebelumnya padaku. Dan pada akhirnya ada pemeran utama yang mampu mengacaukan semua kisah indah ini menjadi petaka. Aku tidak tau pasti siapa itu, yang pasti antara aku dan orang ketiga.
Hari itu ketika aku usai bercanda ria seharian dengan Noval, ya dia pacarku. Dia baik, kukira.. dan ini beda dari awal perkiraanku, ya aku salah disini.
            “Makasih ya atas hari ini, Val. Kamu pulang jgn ribut mulu. Aku khawatir kalo kamu terus-terusan kayak gini terus. Aku gamau kamu hidup dengan berlabelkan ketua gengster terus. Kamu harus berubah.” Ini yang selalu aku ucapkan, ya selalu nasihat ini, aku sayang dia, karena pada awalnya kukira ini akan menjadi sebuah hubungan yang sempurna. Awalnya...
            Dengan jawaban seperti biasanya, Noval selalu mengerti maksudku, tapi tak pernah ia lakukan sedikitpun. Aku bosan.
Aku masuk kedalam rumah. Kulihat didepan rumah banyak kendaraan yang asing. Aku menduga kalau itu hanya teman ayahku, tapi nyatanya tidak.
Aku melangkah masuk. “Assalamualaikum..” sapaku sebentar dengan muka polos karna melihat tamu didalam rumahku ini. Mereka siapa?aku tidak tau.
            “Liv, kamu cepat taruh tas kamu, dan duduk disamping Fiki ya.” Ayahku mengucapkan itu sebagai tanda kalimat selamat datang kupikir. Ini kacau. Aku hanya bisa menurut. Namun, pikiranku tetap bermain, siapa fiki?
Kutaruh tas ku, dan aku kembali berhadapan adegan yang samasekali tidak tau prolognya apa.
            “Kenapa, yah?” tanyaku dengan raut tanda kebingungan sembari duduk disamping orang yang belum aku kenal, awalnya.
            Ayah memulai dramanya, “Liv, kamu akan ayah sandingkan bersama anak teman ayah ya?kamu setujukan?ayah harap kamu setuju.”
            Deg! Jantungku dirasa ingin berhenti. Aku harus jawab apa? Aku mengelak atau menurut? Aku berada posisi yang serba salah. Aku diam.
            Ayah bereaksi dengan kediaman ku ini. “Liv jawab.”
            Aku kaget dan bingung. “Ah...em...yah tapii..”
            Ayah menyela cepat, “Tapi apa? ayah gak mau kamu dapet pilihan yang salah, kamu ikutin kata ayah.” Aku diskak mat. Diriku patung tengah itu.
Aku harus apa? Ayah sudah mengeluarkan kata itu, kini aku harus menurut atau aku akan dihadapi masalah besar. Aku tau ayah seperti apa. Tapi... Noval?
            “Iya yah.” Jawabku singkat. Datar!
            “Baiklah. Kamu keluar geh sama Fiki. Kalian butuh pendekatan khusus.” Dengan mudah Ayah menjawab kalimat itu, sedangkan aku hanya berpacu pada perasaan dan otakku.
Aku menurut perkataan ayahku. “Yuk.” Ajakku ke Fiki.
Dijalan. Awalnya kami sama-sama berada dalam zona tenang. Tetapi kami pada akhirnya tidak berkelanjutan dalam zona tenang itu. Kami mulai angkat bicara. Dan itu didahului oleh, aku.
            “Fik, gue mau tanya deh, lo setuju emang sama perjodohan ini?” tanyaku untuk memastikan kalau dia punya pikiran yang sama denganku. Mungkin dia sudah punya pacar diluar sana, sama denganku.
            “Setuju kok. Lo tau? Gue temen kecil lo, Liv. Mungkin lo lupa, tapi ini emang udah direncanain dari awal sama bokap gue.” Jawaban yang menurutku lebih tak terduga lagi dari sebelumnya. Ini tahap yang klimaks.
            Aku menghela nafas terlebih dahulu untuk menunjukan bahwa aku tenang. “Lo serius? Gue gak inget lo. Dan bokap gue gapernah cerita apa-apa. Lo gak ngarang kan? Emang lo gapunya pacar gitu sama sekali? Gue gapercaya.” Dan berakhir dengan kalimat yang istilahnya enggak nyantai.
            “Hahaha ini serius. Gue pacaran? Gue udah jatuhcinta sama lo dari kecil. Gue gapernah punya pacar sekalipun, karna gue tau kalo gue pada akhirnya bakal dijodohin sama cinta masa kecil gue, yaitu elo. Gue gamungkin naroh harapan kecewek lain. Kalo lo masih gapercaya, gue punya bukti kok.” Fiki merogoh kantung celananya, dan didapati dompet coklat tuanya yang kemudian ia buka. Ada sesuatu yang ia cari disana. “Nih, ini foto kita dulu. Lo liat, kita deket kan? Masih gapercaya? Gue yakin lo abis ini bakalan inget memori ini.” Nadanya yang meyakinkanku.
            Aku raih foto kusam itu. Dan kupandang lekat-lekat. Ya.. itu benar aku. Aku ingat.
            “Hmm, iya gue inget. Lo fiki yang selalu nyamper gue main dan ngebantu kalo gue lagi nangis sendirian dibawah pohon itukan?oke gue inget sekarang. Udah 15tahun lebih kita gak ketemu. Pantes gue gak inget.” Balasku dengan nada rendah dari yang sebelumnya.
            “Syukurlah kalo lu udah inget.” Helaan nafas lega dari Fiki.
            “Tapi... sebelum gue tau kalo gue bakal dijodohin gini. Gue mau buat pengakuan sama lo.” Aku melanjutkan perjalananku sambil diiringi bayangan Fiki yang mengikuti dari belakang.
            Fiki reflek menoleh kearahku, dan masih dengan langkah yang menemaninya dan aku. “Pengakuan? Haha silahkan, tapi kayaknya gue udah tau apa yang mau lo omongin.” Dengan yakinnya Fiki meyakinkanku.
            Aku sedikit tertegun dengan jawabannya. “Hah? Lo tau? Emang apa?” aku menantangnya.
            “Bahwa lo udah punya pacar. Ya kan?” serius pada saat itu yang terlihat jelas dari tatapan tajam siletnya itu.
            Dan lagi, kini aku lebih tertegun lagi. Dan kebingungan mencari rangkaian kata yang susah untuk disatukan menjadi suatu kalimat sempurna yang mampu dan bisa dimengerti. Itu cukup. Dan aku hanyut dalam kebisuan! Tidak mampu berkata! Sekalipun! Dan hanya diiringi senyum pahit yang terpancar diantara debu gelap yang bertebaran seakan ingin ikut serta dalam peristiwa malam itu, aku hanya beradaptasi, ya adaptasi.
            “Meskipun lo udah punya pacar, selagi itu belum terlambat gapapa kan? Tenang, rasa sayang gue ke elo gabakal berubah, gue gak kayak cowok lain yang gampang emosian, yaaa tapi gue bisa aja meledak, tapi buat lo, gue gak mampu ngelakuin itu. Tapi gue mohon, gue pengen kita serius, ini bukan pemaksaan, tapi ibaratnya.... gue lg coba ngutarain perasaan gue, dan gue harap lo ngerti.” Ceramah panjang kali lebarnya membuka mataku. Aku membutuhkan seseorang yang dewasa seperti ini. Tidak dengan pacar ku yang sebelum, yang taklain adalah seorang ketua gengster. Ini menyeramkan.
            Aku kembali membisu, dengan kata-kata yang kacau dan berantakan serta belum aku susun menjadi sebuah kalimat. Dan sekali lagi, aku bingung disini.
            “Lo gaperlu jawab, gue udah tau kok dari raut wajah lo. Gue percaya sama lo, Livia.” Nada halus itu membuatku menoleh kehadapannya yang sedang memandangku lembut. Aku berada dizona nyaman tengah itu, dan terbuai karenanya. Terimakasih. Malam ku ada pelangi malam ini, yang langka kurasakan.
            Aku kini mampu berkata. “Hmm, makasih ya, Fik. Aku usahain. Insyaallah..” jawabku dengan senyum tenang. Menenangkan keadaan yang sebenarnya didiriku kini sedang digerogoti kecemasan. Taklain, Noval.
Paginya...
Pagi buta yang memang buta karna masih terlihat gelap dan tak berwarna. Alasan apa ini yang merasukiku untuk bangun dipagi hari? Aku mengutuk dan mencaci diriku. Ada seseorang yang membangunkanku.
            “Masih gelap. Nanti aja apa ngebanguninnya.” Aku kesal karena dibangunkan tidak pada jamnya. Aku tidak suka ini sama sekali.
            “Bangun dulu, Liv. Temani Fiki tuh didapur, dia lagi masakin kamu sarapan sama bekel sekolah kamu.” Jawabnya yang sepertinya itu adalah suara mama.
            Sontak aku kaget dan bangun. “Fiki? Didapur?” aku bingung dicapur khawatir. Mau apa lagi dia? Mengganggu jam tidur normalku? Istirahatku tidak benar-benar terlaksana kali ini. Batinku terus berucap dengan pikiran yang berantakan. Dan bisa dibilang, pada saat itu aku seperti sedang mengumpulkan berbagai energi untuk bangkit. Ya bangkit untuk bertemu Fiki yang sudah merusak tidurku. Kau pikir, ini adalah jam 5pagi, this is suck!
Aku beranjak dari kasur dengan malas. Dan kulangkahkan kakiku kearah dapur. Dan... surprise!
            “Fik, lo ngapain?” tanyaku sambil melihat samar-samar kearahnya.
            Fiki terlihat terkejut dengan kedatanganku, yang tengah itu sedang membuat makanan didapur. Dan dalam keadaan masih sepagi itu, ini masih buta. “Eh, udah bangun ya?” kalimat itu terlontar dengan senyuman yang membuat benakku nyaman. Entah, aku mulai bisa menerima semua ini.
            “Iya, bytheway... kamu lagi apa? Masakin makanan buat aku? Ngapain kali, repot banget deh.” Jawabku sembari duduk di tempat yang berada disisi meja makan.
            “Kalo iya kenapa? Gaboleh?” jawabnya yang masih sibuk dengan peralatan dapur itu. Baru kali ini aku melihat seorang lelaki yang paham akan soal kegiatan wanita. Aku salut!
            “Ya tapikan ak..” terpotong olehnya.
            “Udah ya kamu mandi dulu geh. Iler udah kemana-mana tuh, bau kali ngomong terus.” Jawabnya yang mengelak jawabku.
            “Hmm, yaudah deh.” Jawabku singkat, yang setelah itu pergi menghindar dari bayangan nyata itu.
Sesudahnya...
            “Yuk, udah siap?” tanya Fiki sebagai kalimat penyambut setelah sarapan bersama tadi.
            “Yaudah yuk, kamu masuk jam berapa deh?” tanyaku yang heran karna dia sudah berkorban untukku pagi ini.
            “Jam tujuh sih.” Jawabnya sambil menggaruk-garuk kepalanya dan gaya tawanya.
            “Hah? Jam tujuh, kenapa ga ngomong deh, kamu bakalan telat. Serius deh”
            “bakalan lebih telat lagi kalo kamu ngomong terus, Liv.” Bantahnya. Yang setelah itu langsung menarikku untuk segera berangkat.
Diperjalanan aku berangkat bersama Fiki, menggunakan alat transportasi sepedamotor yang menjadi saksi kebisuan diperjalanan kami. Sekolah kami berbeda. Berbeda tempat, arah, dan waktu pula. Bayangkan? Dia rela. Hanya untukku.
Disekolah, yang menjadi buah pikiran yang sedang berputar-putar memainkan logika dan perasaan. Keduanya berseteru hingga keadaan yang berujunglah yang mampu membuat hal ini menemukan titik intinya.
Hari sekolahku, kupikir semua berjalan dengan baik. Sekali lagi, itu hanya pikiranku. Realitanya? Ah ini sungguh rumit. Noval pemeran utamanya hari ini. Bantu aku, tuhan. Apa keputusan yang harus aku ambil? Memilih Fiki karna dialah orang yang...sejujurnya aku nyaman sekali berada didekatnya untuk sekarang ini, Noval? Ah aku sayang dia, bisakah aku pilih dia? Aku menyayanginya, karna dia yang sudah lebih awal bersamaku, namun dulu keberadaan Fiki tidak aku ketahui. Aku harus bagaimana? Rasanya, menghilang adalah keputusan yang tepat. Tapi...?
MAU TAU KELANJUTANNYA? WAIT FOR NEXT CHAPTER YAA!
THANK YOU BEFORE, MY LOVELY READERS! J
SILAHKAN KOMENTAR KALAU SUDAH BACA YAA
KRITIKAN DITERIMA, KARENA GUE JUGA MASIH BELAJAR HEHE
DONT BE SILENT READER PLEASE J
*NB : Dont CopyPaste!


Kamis, 06 November 2014

Keluarga ke-2....

Diposting oleh Unknown di 08.37 0 komentar

Haii, long time no see ya guyss! kaliini gue bawa pengalaman berharga yang gue rasain sampai detik gue menuliskan kisah ini. ini serius. tanpa iklan atau jeda, otak gue ngeplayback kememori yang menurut gue... iniloh titik nyaman gue. who's that? do you kepo about it? yaudah next lanjut bacadeh yaa biar gak kepo!
Kisah yang biasa ada diantara persahabatan atau geng atau teman karib atau apapun hal itu yang intinya berkaitan sama kisah indah masa SMA lo semua, yaitu tentang sahabat. menurut gue, kisah SMA itu hal yang patut untuk diingat. serius! ngerasa gak? disini kita bertemen sama temen sebaya yang emang beda dari teman SD dan SMP. yang dimana sifat childish mereka itu enggak separah yang lo rasain dulu! dan inilah fase dimana kita ngerasain rasanya kebersamaan hangat bersama orangorang yang lo anggap, mereka itu segalanya buat lo, ya itulah kebersamaan.
dan finally, gue udah rasain itu, meskipun ada titik noda yang bisa disebut juga konflik, tapiii kita mencoba untuk utuh, yak utuh! apapun rintangan, judge, komentar dari orang lain tentang persahaban kita ini, kita tetep masabodo, karnaaa emang kita adalah kita, emang sih ada nyeseknya, dan itu pasti, tapi kita coba meminimalisir keadaan dengan "fakesmile" sakit ga tuh? sakit banget loh! tapiii, kita gak henti-hentinya belajar dari setiap keadaan yang kita rasain dari setiap kejadian yang pernah ada dimasa-masa kita. dan pada saat rapuh seperti ini, kadang gue mikir. who is truly my friend? who? dari sekian banyak teman, jujur ajaa gue masih pilih-pilih. bukan hal yang negatif ya, melainkan ada saatnya gue harus ngerasa nyaman. karna kenyamanan adalah hal yang nomer 1, bener!
and you know... i feel this. dan gue pikir gue nyaman sama mereka, ketawa bareng tanpa beban itu seru, temen yang selalu adaa, dan insya Allah gabakal ada lg yang bikin kecewa. Aamiin. Yap SKAHA CREW!! mereka tuh gokil, kacau, gila banget, freak!! kalo sama mereka, all out deh pokoknyaa, out of the box banget pikiran gue. dan mereka yang mengajarkan gue bagaimana rasa kebersamaan itu ada. karna nyaman adalah salah satu yang gue rasain.
apapun keadaan yang pernah kita lalui, selalu ada hal terbaik yang didapat. entah itu mengalah sama semua drama yang ada, ngefake smile bareng, dan anythinggg. dan entah, mereka yang gue sebut keluarga ke-2 gue.
Yang diatas tadi bisa dibilang sebuah curhatan yang dimodifikasi menjadi sebuah fiksi yang berisikan pengalaman dengan gaya remaja. cielahh begaya amat yak gue-_- hahah, intinya sih gini... Gue Sayang Mereka! jgn ada yang bikin kecewa ya, semoga:)








      

Jumat, 17 Januari 2014

Cerpen : My Heartbreaker

Diposting oleh Unknown di 04.18 1 komentar
Enjoyyy!!!:)

My heartbreaker.

            “Ah lo, masih aja ngarepin dia yang gak pernah ngarepin lo. Eh.” Kata-kata Farah, sahabatku. Membuyarkan lamunanku yang tengah terpaku melihat orang yang aku sukai, Fadli.
            Sontak aku menoleh kepadanya sambil memasang raut wajah kesal, “Hah? Lo sahabat gue bukan sih? Dukung gue dikit dong.”
            Farah merangkul ku dengan diiringi tawanya, “Hahaha...santai ken. Gue cuma becanda kok. Iya iya gue dukung lo biar jadian sama Fadli.” Jelasnya kepadaku yang masih dengan tatapan ke arah Fadli dengan senyum sumringahku.
            “Nah gitu dong!” balasku.
            Aku Niken. Aku kini bersekolah di SMA Global. Di sekolah yang sama, aku mempunyai seseorang sahabat, namanya Farah. Namun, layaknya para remaja gadis lainnya, aku mempunyai ‘gebetan’ ku, namanya Fadli. Kelasku dengan kelasnya berbeda, dia kelas 3 IPA, sedangkan aku 3 IPS.
            Aku menyukainya dari awal masuk ke SMA ini. Dia, cinta pertamaku. Dia yang selalu aku inginkan untuk bisa menjadi milikku, bukan oranglain.
            Fadli, dia cowok pintar dan baik. Bahkan, dia dinobatkan menjadi cowok terfavorit di sekolah ini. Mungkin karena ketampanannya dan kelebihannya dibidang akademik. Dia mungkin terlihat sempurna dimata para gadis remaja di SMA ini, termasuk aku.
            Aku pergi ke perpustakaan untuk mencari buku referensi pelajaran.
            Ku pilah buku-buku yang menurutku sesuai dengan apa yang aku cari.
            “Mana sih” gumamku yang sudah lelah melihat semua tumpukan buku yang berjajar di rak buku. 
            Aku melanjutkan pencarian buku itu.
            “Nyari buku apa? kayaknya susah banget nyari doang.” Tiba-tiba suara itu masuk ke rongga telingaku.
            Aku menoleh. Terlihat Fadli sedang disampingku sambil memasang raut wajah yang heran. Mungkin dia mendengar gumamanku. Aku gugup. “Ng..iya nih. Gue lagi nyari buku yang berkaitan tentang IPS gitu.” Jelasku sambil mengalihkan pandanganku, seakan sedang mencari-cari. Aku tidak mampu menatap matanya.
            “Oh gitu. Lo nyari buku IPS? Buku kayak gitu tuh adanya di rak sana.” Balasnya sambil menunjuk rak berlabel tulisan Sejarah.
            Aku malu dengan Fadli. “Hehe, disana ya. Pantesan gue cari enggak ada disini. Yaudah makasih ya.” Jawabku dengan muka memerah, lalu beranjak pergi. Dengan senyuman bahagia.
            “Eh tunggu..” panggilnya.
            Langkahku terhenti. Aku menoleh. “Kenapa?” tanyaku.
            Fadli berlari ke arah ku, “Oh iya, boleh tau siapa nama lo?” tanyanya dengan senyum yang aku sukai.
            Aku tersipu malu. “Oh. Ng.. nama gue Niken. Lo Fadli kan?” jawabku dengan agak gugup didepannya.
            “Oh anak IPS ya? Yang sering barengan sama siapa deh cewek satu lagi itu?”
            “Iya gue anak IPS. Siapa? Farah?” tanyaku
            “Ah iya Farah. Kapan-kapan kita ketemu lagi ya.” Jawabnya lalu melambai pergi.
            Hatiku senang. Gugupku tadi seakan mencair. Dan kini meluapkan rasa senang didalam diriku. Ingin teriak rasanya. “Kejadian ini harus aku ceritakan ke Farah, its best day ever pokoknya!!” Gumamku lalu berlari pergi untuk segera bertemu Farah dan menceritakan semua yang terjadi tadi.
            “Farahh! Lo tau gak? Tadi tuh ya gue ketemu sama pangeran gue di perpus. Dan gue tadi tuh sempet ngobrol gitu sama dia. Terus yang paling bahagianya lagi tuh dia bilang kapan-kapan kita ketemu lagi ya. Seneng tau gak!!” jelasku dengan raut wajah yang penuh bahagia.
            Kuperhatikan, Farah hanya kebingungan dengan ku saat itu. Mungkin karena aku telah mengusik waktunya membaca novel.
            “Oh Fadli? Terus lo nya gimana?”jawabnya datar dan tetap terfokus dengan novelnya.
            “Yaaa seneng banget. Tapi tadi sempet gugup gitu deh sama dia. Lebay ya gue? Haha” bahagia ku kali ini benar-benar memuncak.
            “Oh gitu. Yaudah bagus deh.” Jawabnya datar. Sedatar jalan raya.
            “Ah lo, Far. Kalo udah sama novel pasti gue dilupain deh.” Balasku dengan tampang ketus.
            Farah hanya diam dan tanpa respon. “Ah bodo. Yang penting gue seneng” kataku sambil melihat pintu kelas dengan rasa yang bahagia.
            Bel pulang sudah berbunyi...
            “Far, mau nongkrong gak?” tanyaku sambil memasukan buku ku ke dalam tas.
            “Yuk! Sekalian nyegerin otak dulu lah.” Balas Farah sambil berdiri dan bersiap untuk pergi.
            Aku pun berdiri. Kami berdua pun melangkah bersama untuk keluar kelas.
            Tiba-tiba langkah kami terhenti. Terlihat Fadli yang berjalan ke arah aku dan Farah. Aku mulai merasakan kegaduhan diperasaanku ini. Aku hanya terpaku melihat Fadli dengan senyumannya itu menghampiri kami.
            “Hey boleh pulang bareng?” katanya setelah sampai di hadapan kami berdua. Aku dan Farah.
            Aku senyum-senyum saja menanggapi itu. Tiba-tiba Farah menyela ku. “Kita enggak langsung pulang, mau refreshing dulu ke mall. Mau ikut?” balas Farah. Mungkin Farah tau kalau aku sedang melamun menatap wajah lekat Fadli saat itu. Terpaku dengan keindahan yang diberikan Tuhan J
            Fadli melemparkan senyuman indahnya itu. “Wih, bagus tuh! Boleh nih?” balas Fadli yang dicampur tawanya saat itu.
            Aku tersenyum lebar. “Wah! Yuk yuk boleh kok!” jawabku dengan semangat. Farah hanya memandangku dengan senyum nakalnya yang mengisyaratkan bahwa ia telah berhasil untuk membuat aku dekat dengannya, Fadli.
            Kami berdua pun pergi bersama, ke salah satu pusat perbelanjaan di kota Jakarta. Kami, khususnya aku, sangat menikmati ini. Sangat!
            Setelah kejadian awal yang membuat aku bahagia. Dia, Fadli menjadi dekat dengan ku. Kami selalu membuat waktu untuk berkumpul bersama. Beda kelas itu bukan penghalang untuk tetap bersama kan? Yang penting pikiran kita itu menyatu. Layaknya aku yang terus membayangkan betapa indahnya rencana Tuhan yang kini sudah membuat aku dan Fadli menjadi sebuah sahabat. Itu kebahagiaanku.
            Ujian pun telah berlangsung. Aku, Farah dan Fadli menggelar belajar bersama untuk setiap minggunya. Demi nilai kita. Yang sudah direncanakan supaya kita bertiga satu Universitas. Diluar dugaanku. Tapi, inilah. Nyata!
            Sebelum berangkat sekolah.
            “Ting..nung!” suara handphoneku memaksa untuk segera membuka pesan yang telah terkirim untukku. Aku buka.
            Fadli : “Semangat ya, Ken! Inget janji kita biar lebih termotivasi lagi! J kita berjuang bareng-bareng, biar nanti kita kuliah juga bareng-bareng! SEMANGAT!!”
            “Fadli? Ngasih semangat ke gue? Ah masa? Tapi ini beneran. Duh…” gumamku yang saat itu tidak percaya melihat sms dari Fadli. Semangat ku telah berkobar.
            Ujian pertama, Kedua, dan Ketiga telah aku lalui. Termasuk Farah dan Fadli. Dan termasuk seantero satu sekolah SMA ini.
            Hasilnya tak lama kemudian telah dipajang di mading sekolah. Hati resah dan takut terhinggap di hati kami, dan mereka. Ingin mendapat yang terbaik, tapi terkadang apa yang diinginkan tak dilakukan dengan baik. Menyesal? Sudah problema pada setiap akhir waktu.
            “Gue lulus!!”
            “Woy gue anak kuliahan sekarang!”
            “Lulus!! Yeyyy!!!”
            Teriakan bahagia telah terbaca dari apa yang mereka katakan. Terbaca di raut wajah mereka, mereka bahagia! Lulus dengan nilai yang memuaskan atau tidak, itu tidak terlalu penting. Yang terbaca hanya sebuah kata “Lulus”. Seketika mereka membaca kata itu, reflek mereka mengeluarkan kata syukur, teriakan lulus, atau yang lain.
            Tidak hanya mereka. Aku atau kami bertiga pun merasakan hal yang sama. Lulus!
            Seperti biasa, setelah kelulusan tiba, malam wisuda sudah menunggu untuk segera diselenggarakan. Nama wisuda itu terganti oleh kata Prom Night. Malam terakhir para murid-murid untuk bercengkrama dengan kerabatnya. Itulah hari spesial.
            Malam Prom Night telah tiba. Aku dan Farah berusaha untuk berdandan cantik malam itu. Berusaha untuk tampil paling beda. Yaaa itulah wanita.
            “Ken, ada berita bagus nih!” kata Farah sambil memegang gelas berisikan minuman berwarna biru itu.
            “Apaan tuh?” Tanya ku heran.
            “Fadli mau nembak cewek! Lo kali yaaa? Cie selamat yaa!!” balas Farah yang hampir membuat mataku terbelalak karenanya.
            “ Ah serius? Lo kata siapa emang?” tanyaku dengan muka serius dan pastinya dengan tingkat kepo yang tinggi.
            “Tadi dia sms gue, katanya sih gitu. Gue yakin elo deh!” jelas Farah.
            Aku hanya bisa senyum-senyum sendiri. Membayangkan jika kejadian itu benar terjadi. Aku tidak akan melupakan malam Prom Night yang the best ever had ini!
            Fadli datang dari kerumunan dengan stelan baju yang formal. Dan mampu membuat pesonanya terpancar. Tapi tunggu.. Fadli membawa sebuah Bunga mawar merah. Kearah kami berdua. Hatiku memantapkan diri.
            “Far, ini buat lo” Fadli menebar senyum.
Aku tidak percaya. Raut wajahku berubah. Aku terpaku melihat bunga itu.
Farah hanya bisa menatapku. Dengan tampang yang iba dan bingung.
            “Sebenernya, gue suka sama lo. Gue pengen deket sama lo. Dan gue rasa, hati gue udah gak sabar buat nunggu waktu yang tepat. Malam ini. I love you, Farah.” Jelas Fadli.
Aku patah. Rapuh. Tak sanggup menerima itu semua. Dia yang aku cintai ternyata mencintai sahabatku. Aku meneteskan air mata.
Aku tidak sanggup lagi melihat senyuman Fadli. Aku berlari. Berlari! Lari dari kegelapan ini.
Teriakan dari Farah menghentikan ku. Di parkiran aku terpaku dengan panggilan dari Farah, sahabatku. Entah, aku tidak tau. Apa aku harus menghapus label ‘sahabat’ itu atau tidak.
“Sorry, Ken! Gue gak tau kalo dia cinta sama gue. Sumpah gue gak tau apa-apa!” jelas Farah dengan suaranya yang parau.
Aku menangis sejadi-jadinya. Tidak mampu berkata-kata lagi. Hatiku sudah pecah! Aku patah hati!
“Ken..” panggil Fadli dari arah belakang Farah.
Hatiku berhenti berdegup. Aku membalikan badanku ke arah Farah dan Fadli.
“Lo suka sama gue?” Tanya Fadli perlahan.
Air mataku mulai membanjir. “Iya gue suka sama lo! Tapi lo malah buat gue mati! Sakit, Fad. Sakittt…” tangisanku tidak bisa aku tahan. Wajahku sudah berantakan dengan bedak dan eye liner yang sudah meleleh.
“Lo gak tau kan apa yang gue rasain? Ketika Farah ngabarin gue, tentang lo yang mau nembak cewe. Lo tau dipikiran gue apa? Lo bakal nembak gue, keyakinan gue ngomong kayak gitu! Tapi sekarang? Parah sumpah! Apa karna gue yang kegeeran kali ya? Terlalu ngeharepin yang gak akan mungkin terjadi! Lo lebih mencintai dia. Dia sahabat gue. Kalo lo jadi gue, lo pasti bakal ngerasain hal yang sama, kayak sekarang!” jelas ku dengan tangisan yang sudah pecah malam itu.
“Longlast ya! Mungkin, lebih baik gue gak usah ada dipihak kalian berdua. Gue gak mau jadi hama. Ini jalan lo berdua. Makasih udah buat hidup gue berwarna. Thanks for everything ya, Far. Tenang aja, gue bahagia kok kalo lo jadian sama Fadli. Gue balik ya!” kata itu menjadi kata terakhirku untuk mereka berdua. Meski mereka berdua memanggil namaku berkali-kali. Aku tetap pada pendirianku. Aku pergi.
Setelah kejadian itu, Ayahku memilih salah satu Universitas di London. Dan kebetulan aku mendapat beasiswa disana. London, itu akan menjadi tempat ku yang baru. Hidup baru. Sahabat dan cinta baru tentunya.
Aku mengirim surat untuk mereka berdua. Untuk yang terakhir kalinya. Dengan surat yang sama kata-katanya. Aku taruh didepan rumah mereka berdua.

“Thanks ya.. Gue harap lo bahagia. Gue pamit ya.”
                                                                                                                                    -Niken.

           
Dan kini, aku menghilang dari duniaku dulu. Aku berevolusi!

By : Kenny Damayanti
 

Kenny's Blog Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos