Minggu, 08 Desember 2013

Cerpen tema Hari Ibu : Tujuanku..

Diposting oleh Unknown di 07.05 2 komentar

Niatku, hanya untuk menemui satu tujuan hidupku, jantungku yang telah lama hilang, separuh hatiku yang sudah terpisah sejak lama, Ibu.

            Dihari ulangtahun ku kemarin, tanggal 10 Desember. Aku mendapat sebuah kado yang sudah disiapkan oleh kedua orangtua angkat ku sejak lama, kado yang membuat aku tidak percaya akan hal itu, kado yang menyesakkan dan membatinkan hatiku. Aku ternyata adalah anak tiri yang dititipkan oleh seorang wanita paruh baya pada waktu yang lampau.

Dia kemana? Ibuku dimana? Itu membuat beberapa pertanyaan dibenakku melayang. Aku mencari jati diri ku saat ini, orang yang seharusnya ada dihadapan ku setiap pagi, setiap waktu itu adalah ia, bukan seseorang yang menyamar menjadi Ibu ku dan Ayah ku.

Dan kini, aku memanfaatkan waktu ku untuk bertemu dengan Ibu kandung ku, sebelum tanggal 22 Desember, yang bertepatan Hari Ibu, aku ingin menjadi kado terindah nya saat nanti.

Aku mulai berkelana....

*

Angin malam menusuk ke pori-pori kulit tipis ku ini. Angin semilir dijalan raya bertebang riang menemani langkah para lalu lalang pejalan kaki dan kendaraan yang tengah berjalan bergantian dijalan yang sedang aku tapaki ini. Mereka pengantar arahku, perantara antara aku dan tujuanku, Tuhan menunjukan ini.

Aku mengumpulkan beberapa informasi tentang keberadaan wanita paruh baya yang sedang aku rindukan kasihnya itu. Yang berawal dari informasi Mama dan Papa tiri ku yang mampu menguatkan segalanya, karena ialah sumbernya. Aku berjalan ke beberapa tempat yang dulu sempat ditinggali oleh wanita itu. Dengan segala informasi yang ada, aku tetap mencari-cari sampai aku mewujudkan tujuan ku itu.

“Bagaimana, Bel?” tanya Papa kepadaku yang tengah duduk di ruang tengah itu setelah aku datang. “Hmm, nihil, Pa.” Jawabku dengan wajah kecewa.

Papa menaruh tangannya di pundakku, “Sabar ya. Papa sama Mama yakin kamu bisa bertemu sama Ibu kandungmu. Kita berdua tahu kalau kamu sudah dewasa, maka dari itu Papa dan Mama sudah membuat perjanjian sejak lama untuk memberitahu kamu disaat umur 17tahun ini. Papa sama Mama enggak mau selamanya membohongi kamu, kami sangat berdosa akan hal itu.” Jelas Papa dengan nada pengertian. “Kami sayang kamu, Bella” timpal Mama yang sedang berada disamping Papa dengan senyuman khasnya. Aku tersenyum melihat mereka, “Terimakasih ya , Ma, Pa. Bella sayang banget sama Mama Papa.” .

Kupeluk mereka yang sudah memberi kasih sayangnya kepadaku sejak aku kecil sampai besar, aku bersyukur mempunyai mereka.

Setelah kami meluapkan apa yang ada dipikiran kami masing-masing. Aku pun kembali ke kamar dan mengumpulkan strategi untuk keesokan harinya. “Ibu, tunggu aku tanggal 21 Desember ya.” Batinku yang sambil memandang indahnya langit gelap di balkon rumah dan berharap angin malam ini mampu membisikkan apa yang aku bisik didalam hati ke Ibu ku yang sedang menanti kedatangan ku. Aku tidak sabar untuk segera menikmati itu, “semoga tercapai.” Gumamku sambil menatap senyum indahnya gelap malam yang masih tetap menerangi hari ku dengan bantuan bulan dan bintangnya.

Keesokan harinya sewaktu ditanggal 22 Desember, Aku pun berpamitan untuk kembali mencari wanita kesayanganku, Ibu. Entah dimana dia, yang terpenting ia tetap berada dilindungan-Nya. Aku akan menerima apapun keadaanya, yang terpenting kini, aku bisa bertemu dengan Ibu yang sudah lama aku rindukan. Aku tidak mengenalnya, aku tidak tahu bagaimana wajahnya, aku tidak tau keadaannya seperti apa, aku anak durhaka ya? Anak yang tidak pernah mengenal siapa Ibu ku, kuakui itu.

Kali ini, angin membawa ku ke salah satu sebuah desa terpencil didaerah Bogor.

“Permisi..” kuketok pintu itu dan berharap, wanita itu berada disini.

Pintu tak lama terbuka, “Iya? Cari siapa?” sapa ramah dari seorang yang kelihatannya gadis desa.

“Bisakah saya bertemu dengan Ibu Nia?” jawab ku dengan senyuman tentunya.

Dia terlihat tertergun.

            “Oh silahkan masuk..” jawab gadis itu.

            Aku melangkah masuk.

            “Sebentar ya...” pamit gadis itu lalu masuk ke rumahnya.

            Terlihat ia sedang mengobrol dengan seorang Ibu disana. Entah itu siapa. Aku tidak mengenalinya. Tetapi mereka terlihat berbisik dan sesekali menoleh ke arahku. Ku balas tatapan mereka dengan senyuman agar tidak terlihat canggung.

            Tak lama mereka mengobrol. Gadis itu kembali dengan membawa seseorang dihadapanku. Aku berdiri, dan menyapa salam dan senyum untuknya.

            “Cari siapa ya, nak?” tanyanya sambil duduk dikursi itu.

            “Ibu Nia nya ada?” balasku.

            “Boleh saya tau kamu siapa dan kenapa mencari Ibu Nia?” tanyanya dengan muka yang bingung.

            “Saya Bella, saya ingin mencari Ibu saya yang telah lama terpisah dari saya. Dan sampai sekarang, saya dirawat oleh Ibu Merry dan Bapak Yosi. Dimana dia berada, Bu?” Jelas ku dengan muka penuh harap.

            Wanita itu melihatku dengan muka bingung.

            “Dia ibu mu?” tanya nya dengan muka heran.

            “Ya! Ayah dan Ibu tiriku bercerita kepadaku setelah dihari ulang tahunku yang berumur 17 tahun.” Jelasku.

            “Baiklah, sebentar.” Wanita itu pergi dan meninggalkan ku sendirian diruang tamunya.

            Aku menunggu dengan ditemani kegelisahan yang berada didalam benakku. Hatiku berharap, bahwa aku bisa bertemu dengan wanita itu sekarang, ya sekarang. Aku ingin sekali, dan bahkan demi apapun aku rela untuk bisa bertemu dengannya. Sampai disinilah aku duduk, dirumah yang mungkin sempat ditinggali oleh wanita itu, Ibu.

            Setelah lama menunggu, akhirnya wanita itu kembali. Dengan menggenggam kotak berwarna coklat tua yang sudah usang. Aku penasaran apa yang dibawa oleh wanita itu.

            “Ibu mu menitipkan ini. Untukmu.” Kata wanita itu sambil menyerahkan kotak itu kepadaku. Mukaku kusut.

            “Apa ini?” tanyaku yang penuh keheranan.

            “Kamu buka saja dulu.” Perintahnya.

            Aku menurutinya. Kubuka kotak itu. Terdapat kertas dan sebuah foto. Ya kertas dan foto yang sudah lama sekali mungkin, usang tergambar pada kedua benda tersebut. Diriku di gerogoti kebingungan dan keheranan. “Apa ini? Maksudnya apa?” gumamku. Kubuka sebuah lembar kertas yang terlipat itu untuk bisa mengetahui lebih jelasnya, agar aku tidak terbunuh oleh kebingunganku saat ini.

            Isi surat tersebut...

            “Apakah kamu disana? Disana? Membaca surat apa yang aku tulis? Yang kuwariskan kepadamu jika kamu sudi untuk mencariku? Hingga kini? Apakah itu kamu? Anakku?. Maafkan aku, karena tidak bisa menjadi seseorang yang pertama kali kamu lihat setelah kamu berumur 17 tahun. Mereka menepati janji mereka. Saya, Ibu mu Bella. Nama mu, wajah mu, adalah sebagian dari ku. Nama ku adalah Belania. Benarkan? Bella adalah namamu, Nia adalah namaku, Ibumu. Aku sangat merindukanmu. Aku sangat menyayangimu, Bella. Maaf jika aku tidak menjadi Ibu yang baik dimatamu, Ibu yang berlari entah kemana setelah kamu dilahirkan. Yang malah lari dari mu, anakku. Aku sudah pergi, sayang. Ingin rasanya aku memelukmu. Tapi kini, aku tak bisa menggapaimu, melihatmu tumbuh dengan bahagia. Jangan sedih, Ibu akan selalu berada disisi mu, walaupun kamu tidak menyadari itu. Ibu pergi, sayang. Sayangi mereka. Terima kasih kamu mau mencariku hingga kamu bisa membaca surat ini. Terimkasih sayang. Ibu sayang kamu.”

                                                                                                            Beloved, your Mom.


            Tak sadar. Kini, wajahku berlumuran air mata. Degup jantungku seakan melambat. Dia? Sudah pergi? Aku masih tidak mempercayai ini. Tetapi, surat ini menjadi perantara antara aku dan Ibu ku.

            Ku raih foto yang belum sempat aku lihat. Aku pandangi foto itu. Terdapat dua wajah disana. Yang bisa aku lihat, sepertinya dia Ibuku yang sedang menggendongku. Senyuman itu, sama dengan senyum ku. Terlihat lesung pipit nya, sama sepertiku.

            Dan, aku mulai menangis dan mengangis sesenggukan.

            Wanita itu menyodori minum. Aku mulai meminum perlahan agar aku lebih tenang. Agar aku bisa mengendalikan diriku.

            “Kamu mau ikut?” tanya wanita itu. Aku menoleh, “Maksud anda?” tanyaku.

            “Kamu mau melihat Ibu mu disemayamkan?” tanyanya lagi.

            Aku mulai merasa, apakah aku kuat?. “Baiklah.”

            Aku dan ia berdiri. Berusaha menjajarkan langkahnya antara aku dan wanita itu. Dan ditempat yang tak jauh. Kami sampai.

            “Disinilah, Bella” ucapnya sambil menunjuk sebuah batu nisan berwarna hijau tosca yang sudah kotor.

            Aku jatuh. Aku jatuh. Dan jatuh. Aku menangis. Aku belum sempat bertemu dengannya. Aku belum sempat membahagiakannya. Aku belum sempat membuat dirinya tersenyum. Jadi, Inilah jawabanmu ya Tuhan.

            Kupandang langit biru yang membentang angkasa itu. Dan bergumam pada diri sendiri. “Ibu, Kamu disana? Melihatku? Maafkan aku karena tidak bisa menjadi anakmu yang sesungguhnya. Aku menyayangimu.”

By : Kenny Damayanti
 

Kenny's Blog Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos