Jumat, 17 Januari 2014

Cerpen : My Heartbreaker

Diposting oleh Unknown di 04.18 1 komentar
Enjoyyy!!!:)

My heartbreaker.

            “Ah lo, masih aja ngarepin dia yang gak pernah ngarepin lo. Eh.” Kata-kata Farah, sahabatku. Membuyarkan lamunanku yang tengah terpaku melihat orang yang aku sukai, Fadli.
            Sontak aku menoleh kepadanya sambil memasang raut wajah kesal, “Hah? Lo sahabat gue bukan sih? Dukung gue dikit dong.”
            Farah merangkul ku dengan diiringi tawanya, “Hahaha...santai ken. Gue cuma becanda kok. Iya iya gue dukung lo biar jadian sama Fadli.” Jelasnya kepadaku yang masih dengan tatapan ke arah Fadli dengan senyum sumringahku.
            “Nah gitu dong!” balasku.
            Aku Niken. Aku kini bersekolah di SMA Global. Di sekolah yang sama, aku mempunyai seseorang sahabat, namanya Farah. Namun, layaknya para remaja gadis lainnya, aku mempunyai ‘gebetan’ ku, namanya Fadli. Kelasku dengan kelasnya berbeda, dia kelas 3 IPA, sedangkan aku 3 IPS.
            Aku menyukainya dari awal masuk ke SMA ini. Dia, cinta pertamaku. Dia yang selalu aku inginkan untuk bisa menjadi milikku, bukan oranglain.
            Fadli, dia cowok pintar dan baik. Bahkan, dia dinobatkan menjadi cowok terfavorit di sekolah ini. Mungkin karena ketampanannya dan kelebihannya dibidang akademik. Dia mungkin terlihat sempurna dimata para gadis remaja di SMA ini, termasuk aku.
            Aku pergi ke perpustakaan untuk mencari buku referensi pelajaran.
            Ku pilah buku-buku yang menurutku sesuai dengan apa yang aku cari.
            “Mana sih” gumamku yang sudah lelah melihat semua tumpukan buku yang berjajar di rak buku. 
            Aku melanjutkan pencarian buku itu.
            “Nyari buku apa? kayaknya susah banget nyari doang.” Tiba-tiba suara itu masuk ke rongga telingaku.
            Aku menoleh. Terlihat Fadli sedang disampingku sambil memasang raut wajah yang heran. Mungkin dia mendengar gumamanku. Aku gugup. “Ng..iya nih. Gue lagi nyari buku yang berkaitan tentang IPS gitu.” Jelasku sambil mengalihkan pandanganku, seakan sedang mencari-cari. Aku tidak mampu menatap matanya.
            “Oh gitu. Lo nyari buku IPS? Buku kayak gitu tuh adanya di rak sana.” Balasnya sambil menunjuk rak berlabel tulisan Sejarah.
            Aku malu dengan Fadli. “Hehe, disana ya. Pantesan gue cari enggak ada disini. Yaudah makasih ya.” Jawabku dengan muka memerah, lalu beranjak pergi. Dengan senyuman bahagia.
            “Eh tunggu..” panggilnya.
            Langkahku terhenti. Aku menoleh. “Kenapa?” tanyaku.
            Fadli berlari ke arah ku, “Oh iya, boleh tau siapa nama lo?” tanyanya dengan senyum yang aku sukai.
            Aku tersipu malu. “Oh. Ng.. nama gue Niken. Lo Fadli kan?” jawabku dengan agak gugup didepannya.
            “Oh anak IPS ya? Yang sering barengan sama siapa deh cewek satu lagi itu?”
            “Iya gue anak IPS. Siapa? Farah?” tanyaku
            “Ah iya Farah. Kapan-kapan kita ketemu lagi ya.” Jawabnya lalu melambai pergi.
            Hatiku senang. Gugupku tadi seakan mencair. Dan kini meluapkan rasa senang didalam diriku. Ingin teriak rasanya. “Kejadian ini harus aku ceritakan ke Farah, its best day ever pokoknya!!” Gumamku lalu berlari pergi untuk segera bertemu Farah dan menceritakan semua yang terjadi tadi.
            “Farahh! Lo tau gak? Tadi tuh ya gue ketemu sama pangeran gue di perpus. Dan gue tadi tuh sempet ngobrol gitu sama dia. Terus yang paling bahagianya lagi tuh dia bilang kapan-kapan kita ketemu lagi ya. Seneng tau gak!!” jelasku dengan raut wajah yang penuh bahagia.
            Kuperhatikan, Farah hanya kebingungan dengan ku saat itu. Mungkin karena aku telah mengusik waktunya membaca novel.
            “Oh Fadli? Terus lo nya gimana?”jawabnya datar dan tetap terfokus dengan novelnya.
            “Yaaa seneng banget. Tapi tadi sempet gugup gitu deh sama dia. Lebay ya gue? Haha” bahagia ku kali ini benar-benar memuncak.
            “Oh gitu. Yaudah bagus deh.” Jawabnya datar. Sedatar jalan raya.
            “Ah lo, Far. Kalo udah sama novel pasti gue dilupain deh.” Balasku dengan tampang ketus.
            Farah hanya diam dan tanpa respon. “Ah bodo. Yang penting gue seneng” kataku sambil melihat pintu kelas dengan rasa yang bahagia.
            Bel pulang sudah berbunyi...
            “Far, mau nongkrong gak?” tanyaku sambil memasukan buku ku ke dalam tas.
            “Yuk! Sekalian nyegerin otak dulu lah.” Balas Farah sambil berdiri dan bersiap untuk pergi.
            Aku pun berdiri. Kami berdua pun melangkah bersama untuk keluar kelas.
            Tiba-tiba langkah kami terhenti. Terlihat Fadli yang berjalan ke arah aku dan Farah. Aku mulai merasakan kegaduhan diperasaanku ini. Aku hanya terpaku melihat Fadli dengan senyumannya itu menghampiri kami.
            “Hey boleh pulang bareng?” katanya setelah sampai di hadapan kami berdua. Aku dan Farah.
            Aku senyum-senyum saja menanggapi itu. Tiba-tiba Farah menyela ku. “Kita enggak langsung pulang, mau refreshing dulu ke mall. Mau ikut?” balas Farah. Mungkin Farah tau kalau aku sedang melamun menatap wajah lekat Fadli saat itu. Terpaku dengan keindahan yang diberikan Tuhan J
            Fadli melemparkan senyuman indahnya itu. “Wih, bagus tuh! Boleh nih?” balas Fadli yang dicampur tawanya saat itu.
            Aku tersenyum lebar. “Wah! Yuk yuk boleh kok!” jawabku dengan semangat. Farah hanya memandangku dengan senyum nakalnya yang mengisyaratkan bahwa ia telah berhasil untuk membuat aku dekat dengannya, Fadli.
            Kami berdua pun pergi bersama, ke salah satu pusat perbelanjaan di kota Jakarta. Kami, khususnya aku, sangat menikmati ini. Sangat!
            Setelah kejadian awal yang membuat aku bahagia. Dia, Fadli menjadi dekat dengan ku. Kami selalu membuat waktu untuk berkumpul bersama. Beda kelas itu bukan penghalang untuk tetap bersama kan? Yang penting pikiran kita itu menyatu. Layaknya aku yang terus membayangkan betapa indahnya rencana Tuhan yang kini sudah membuat aku dan Fadli menjadi sebuah sahabat. Itu kebahagiaanku.
            Ujian pun telah berlangsung. Aku, Farah dan Fadli menggelar belajar bersama untuk setiap minggunya. Demi nilai kita. Yang sudah direncanakan supaya kita bertiga satu Universitas. Diluar dugaanku. Tapi, inilah. Nyata!
            Sebelum berangkat sekolah.
            “Ting..nung!” suara handphoneku memaksa untuk segera membuka pesan yang telah terkirim untukku. Aku buka.
            Fadli : “Semangat ya, Ken! Inget janji kita biar lebih termotivasi lagi! J kita berjuang bareng-bareng, biar nanti kita kuliah juga bareng-bareng! SEMANGAT!!”
            “Fadli? Ngasih semangat ke gue? Ah masa? Tapi ini beneran. Duh…” gumamku yang saat itu tidak percaya melihat sms dari Fadli. Semangat ku telah berkobar.
            Ujian pertama, Kedua, dan Ketiga telah aku lalui. Termasuk Farah dan Fadli. Dan termasuk seantero satu sekolah SMA ini.
            Hasilnya tak lama kemudian telah dipajang di mading sekolah. Hati resah dan takut terhinggap di hati kami, dan mereka. Ingin mendapat yang terbaik, tapi terkadang apa yang diinginkan tak dilakukan dengan baik. Menyesal? Sudah problema pada setiap akhir waktu.
            “Gue lulus!!”
            “Woy gue anak kuliahan sekarang!”
            “Lulus!! Yeyyy!!!”
            Teriakan bahagia telah terbaca dari apa yang mereka katakan. Terbaca di raut wajah mereka, mereka bahagia! Lulus dengan nilai yang memuaskan atau tidak, itu tidak terlalu penting. Yang terbaca hanya sebuah kata “Lulus”. Seketika mereka membaca kata itu, reflek mereka mengeluarkan kata syukur, teriakan lulus, atau yang lain.
            Tidak hanya mereka. Aku atau kami bertiga pun merasakan hal yang sama. Lulus!
            Seperti biasa, setelah kelulusan tiba, malam wisuda sudah menunggu untuk segera diselenggarakan. Nama wisuda itu terganti oleh kata Prom Night. Malam terakhir para murid-murid untuk bercengkrama dengan kerabatnya. Itulah hari spesial.
            Malam Prom Night telah tiba. Aku dan Farah berusaha untuk berdandan cantik malam itu. Berusaha untuk tampil paling beda. Yaaa itulah wanita.
            “Ken, ada berita bagus nih!” kata Farah sambil memegang gelas berisikan minuman berwarna biru itu.
            “Apaan tuh?” Tanya ku heran.
            “Fadli mau nembak cewek! Lo kali yaaa? Cie selamat yaa!!” balas Farah yang hampir membuat mataku terbelalak karenanya.
            “ Ah serius? Lo kata siapa emang?” tanyaku dengan muka serius dan pastinya dengan tingkat kepo yang tinggi.
            “Tadi dia sms gue, katanya sih gitu. Gue yakin elo deh!” jelas Farah.
            Aku hanya bisa senyum-senyum sendiri. Membayangkan jika kejadian itu benar terjadi. Aku tidak akan melupakan malam Prom Night yang the best ever had ini!
            Fadli datang dari kerumunan dengan stelan baju yang formal. Dan mampu membuat pesonanya terpancar. Tapi tunggu.. Fadli membawa sebuah Bunga mawar merah. Kearah kami berdua. Hatiku memantapkan diri.
            “Far, ini buat lo” Fadli menebar senyum.
Aku tidak percaya. Raut wajahku berubah. Aku terpaku melihat bunga itu.
Farah hanya bisa menatapku. Dengan tampang yang iba dan bingung.
            “Sebenernya, gue suka sama lo. Gue pengen deket sama lo. Dan gue rasa, hati gue udah gak sabar buat nunggu waktu yang tepat. Malam ini. I love you, Farah.” Jelas Fadli.
Aku patah. Rapuh. Tak sanggup menerima itu semua. Dia yang aku cintai ternyata mencintai sahabatku. Aku meneteskan air mata.
Aku tidak sanggup lagi melihat senyuman Fadli. Aku berlari. Berlari! Lari dari kegelapan ini.
Teriakan dari Farah menghentikan ku. Di parkiran aku terpaku dengan panggilan dari Farah, sahabatku. Entah, aku tidak tau. Apa aku harus menghapus label ‘sahabat’ itu atau tidak.
“Sorry, Ken! Gue gak tau kalo dia cinta sama gue. Sumpah gue gak tau apa-apa!” jelas Farah dengan suaranya yang parau.
Aku menangis sejadi-jadinya. Tidak mampu berkata-kata lagi. Hatiku sudah pecah! Aku patah hati!
“Ken..” panggil Fadli dari arah belakang Farah.
Hatiku berhenti berdegup. Aku membalikan badanku ke arah Farah dan Fadli.
“Lo suka sama gue?” Tanya Fadli perlahan.
Air mataku mulai membanjir. “Iya gue suka sama lo! Tapi lo malah buat gue mati! Sakit, Fad. Sakittt…” tangisanku tidak bisa aku tahan. Wajahku sudah berantakan dengan bedak dan eye liner yang sudah meleleh.
“Lo gak tau kan apa yang gue rasain? Ketika Farah ngabarin gue, tentang lo yang mau nembak cewe. Lo tau dipikiran gue apa? Lo bakal nembak gue, keyakinan gue ngomong kayak gitu! Tapi sekarang? Parah sumpah! Apa karna gue yang kegeeran kali ya? Terlalu ngeharepin yang gak akan mungkin terjadi! Lo lebih mencintai dia. Dia sahabat gue. Kalo lo jadi gue, lo pasti bakal ngerasain hal yang sama, kayak sekarang!” jelas ku dengan tangisan yang sudah pecah malam itu.
“Longlast ya! Mungkin, lebih baik gue gak usah ada dipihak kalian berdua. Gue gak mau jadi hama. Ini jalan lo berdua. Makasih udah buat hidup gue berwarna. Thanks for everything ya, Far. Tenang aja, gue bahagia kok kalo lo jadian sama Fadli. Gue balik ya!” kata itu menjadi kata terakhirku untuk mereka berdua. Meski mereka berdua memanggil namaku berkali-kali. Aku tetap pada pendirianku. Aku pergi.
Setelah kejadian itu, Ayahku memilih salah satu Universitas di London. Dan kebetulan aku mendapat beasiswa disana. London, itu akan menjadi tempat ku yang baru. Hidup baru. Sahabat dan cinta baru tentunya.
Aku mengirim surat untuk mereka berdua. Untuk yang terakhir kalinya. Dengan surat yang sama kata-katanya. Aku taruh didepan rumah mereka berdua.

“Thanks ya.. Gue harap lo bahagia. Gue pamit ya.”
                                                                                                                                    -Niken.

           
Dan kini, aku menghilang dari duniaku dulu. Aku berevolusi!

By : Kenny Damayanti
 

Kenny's Blog Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos