Enjoyyy!!!:)
My heartbreaker.
“Ah lo, masih aja ngarepin dia yang
gak pernah ngarepin lo. Eh.” Kata-kata Farah, sahabatku. Membuyarkan lamunanku
yang tengah terpaku melihat orang yang aku sukai, Fadli.
Sontak aku menoleh kepadanya sambil
memasang raut wajah kesal, “Hah? Lo sahabat gue bukan sih? Dukung gue dikit
dong.”
Farah merangkul ku dengan diiringi
tawanya, “Hahaha...santai ken. Gue cuma becanda kok. Iya iya gue dukung lo biar
jadian sama Fadli.” Jelasnya kepadaku yang masih dengan tatapan ke arah Fadli
dengan senyum sumringahku.
“Nah gitu dong!” balasku.
Aku Niken. Aku kini bersekolah di
SMA Global. Di sekolah yang sama, aku mempunyai seseorang sahabat, namanya
Farah. Namun, layaknya para remaja gadis lainnya, aku mempunyai ‘gebetan’ ku, namanya Fadli. Kelasku
dengan kelasnya berbeda, dia kelas 3 IPA, sedangkan aku 3 IPS.
Aku menyukainya dari awal masuk ke
SMA ini. Dia, cinta pertamaku. Dia yang selalu aku inginkan untuk bisa menjadi
milikku, bukan oranglain.
Fadli, dia cowok pintar dan baik.
Bahkan, dia dinobatkan menjadi cowok terfavorit di sekolah ini. Mungkin karena
ketampanannya dan kelebihannya dibidang akademik. Dia mungkin terlihat sempurna
dimata para gadis remaja di SMA ini, termasuk aku.
Aku pergi ke perpustakaan untuk
mencari buku referensi pelajaran.
Ku pilah buku-buku yang menurutku
sesuai dengan apa yang aku cari.
“Mana sih” gumamku yang sudah lelah
melihat semua tumpukan buku yang berjajar di rak buku.
Aku melanjutkan pencarian buku itu.
“Nyari buku apa? kayaknya susah
banget nyari doang.” Tiba-tiba suara itu masuk ke rongga telingaku.
Aku menoleh. Terlihat Fadli sedang
disampingku sambil memasang raut wajah yang heran. Mungkin dia mendengar
gumamanku. Aku gugup. “Ng..iya nih. Gue lagi nyari buku yang berkaitan tentang
IPS gitu.” Jelasku sambil mengalihkan pandanganku, seakan sedang mencari-cari.
Aku tidak mampu menatap matanya.
“Oh gitu. Lo nyari buku IPS? Buku
kayak gitu tuh adanya di rak sana.” Balasnya sambil menunjuk rak berlabel
tulisan Sejarah.
Aku malu dengan Fadli. “Hehe, disana
ya. Pantesan gue cari enggak ada disini. Yaudah makasih ya.” Jawabku dengan
muka memerah, lalu beranjak pergi. Dengan senyuman bahagia.
“Eh tunggu..” panggilnya.
Langkahku terhenti. Aku menoleh.
“Kenapa?” tanyaku.
Fadli berlari ke arah ku, “Oh iya,
boleh tau siapa nama lo?” tanyanya dengan senyum yang aku sukai.
Aku tersipu malu. “Oh. Ng.. nama gue
Niken. Lo Fadli kan?” jawabku dengan agak gugup didepannya.
“Oh anak IPS ya? Yang sering
barengan sama siapa deh cewek satu lagi itu?”
“Iya gue anak IPS. Siapa? Farah?”
tanyaku
“Ah iya Farah. Kapan-kapan kita
ketemu lagi ya.” Jawabnya lalu melambai pergi.
Hatiku senang. Gugupku tadi seakan
mencair. Dan kini meluapkan rasa senang didalam diriku. Ingin teriak rasanya. “Kejadian ini harus aku ceritakan ke Farah, its best day ever pokoknya!!” Gumamku
lalu berlari pergi untuk segera bertemu Farah dan menceritakan semua yang
terjadi tadi.
“Farahh! Lo tau gak? Tadi tuh ya gue
ketemu sama pangeran gue di perpus. Dan gue tadi tuh sempet ngobrol gitu sama
dia. Terus yang paling bahagianya lagi tuh dia bilang kapan-kapan kita ketemu
lagi ya. Seneng tau gak!!” jelasku dengan raut wajah yang penuh bahagia.
Kuperhatikan, Farah hanya
kebingungan dengan ku saat itu. Mungkin karena aku telah mengusik waktunya
membaca novel.
“Oh Fadli? Terus lo nya
gimana?”jawabnya datar dan tetap terfokus dengan novelnya.
“Yaaa seneng banget. Tapi tadi
sempet gugup gitu deh sama dia. Lebay ya gue? Haha” bahagia ku kali ini
benar-benar memuncak.
“Oh gitu. Yaudah bagus deh.”
Jawabnya datar. Sedatar jalan raya.
“Ah lo, Far. Kalo udah sama novel
pasti gue dilupain deh.” Balasku dengan tampang ketus.
Farah hanya diam dan tanpa respon.
“Ah bodo. Yang penting gue seneng” kataku sambil melihat pintu kelas dengan
rasa yang bahagia.
Bel pulang sudah berbunyi...
“Far, mau nongkrong gak?” tanyaku
sambil memasukan buku ku ke dalam tas.
“Yuk! Sekalian nyegerin otak dulu
lah.” Balas Farah sambil berdiri dan bersiap untuk pergi.
Aku pun berdiri. Kami berdua pun
melangkah bersama untuk keluar kelas.
Tiba-tiba langkah kami terhenti.
Terlihat Fadli yang berjalan ke arah aku dan Farah. Aku mulai merasakan
kegaduhan diperasaanku ini. Aku hanya terpaku melihat Fadli dengan senyumannya
itu menghampiri kami.
“Hey boleh pulang bareng?” katanya
setelah sampai di hadapan kami berdua. Aku dan Farah.
Aku senyum-senyum saja menanggapi
itu. Tiba-tiba Farah menyela ku. “Kita enggak langsung pulang, mau refreshing
dulu ke mall. Mau ikut?” balas Farah. Mungkin Farah tau kalau aku sedang
melamun menatap wajah lekat Fadli saat itu. Terpaku dengan keindahan yang diberikan Tuhan J
Fadli melemparkan senyuman indahnya
itu. “Wih, bagus tuh! Boleh nih?” balas Fadli yang dicampur tawanya saat itu.
Aku tersenyum lebar. “Wah! Yuk yuk
boleh kok!” jawabku dengan semangat. Farah hanya memandangku dengan senyum
nakalnya yang mengisyaratkan bahwa ia telah berhasil untuk membuat aku dekat
dengannya, Fadli.
Kami berdua pun pergi bersama, ke
salah satu pusat perbelanjaan di kota Jakarta. Kami, khususnya aku, sangat
menikmati ini. Sangat!
Setelah kejadian awal yang membuat
aku bahagia. Dia, Fadli menjadi dekat dengan ku. Kami selalu membuat waktu
untuk berkumpul bersama. Beda kelas itu bukan penghalang untuk tetap bersama
kan? Yang penting pikiran kita itu menyatu. Layaknya aku yang terus
membayangkan betapa indahnya rencana Tuhan yang kini sudah membuat aku dan
Fadli menjadi sebuah sahabat. Itu kebahagiaanku.
Ujian pun telah berlangsung. Aku,
Farah dan Fadli menggelar belajar bersama untuk setiap minggunya. Demi nilai
kita. Yang sudah direncanakan supaya kita bertiga satu Universitas. Diluar
dugaanku. Tapi, inilah. Nyata!
Sebelum berangkat sekolah.
“Ting..nung!” suara handphoneku
memaksa untuk segera membuka pesan yang telah terkirim untukku. Aku buka.
Fadli : “Semangat ya, Ken! Inget
janji kita biar lebih termotivasi lagi! J kita berjuang
bareng-bareng, biar nanti kita kuliah juga bareng-bareng! SEMANGAT!!”
“Fadli? Ngasih semangat ke gue? Ah
masa? Tapi ini beneran. Duh…” gumamku yang saat itu tidak percaya melihat sms
dari Fadli. Semangat ku telah berkobar.
Ujian pertama, Kedua, dan Ketiga
telah aku lalui. Termasuk Farah dan Fadli. Dan termasuk seantero satu sekolah
SMA ini.
Hasilnya tak lama kemudian telah
dipajang di mading sekolah. Hati resah dan takut terhinggap di hati kami, dan
mereka. Ingin mendapat yang terbaik, tapi terkadang apa yang diinginkan tak
dilakukan dengan baik. Menyesal? Sudah problema pada setiap akhir waktu.
“Gue lulus!!”
“Woy gue anak kuliahan sekarang!”
“Lulus!! Yeyyy!!!”
Teriakan bahagia telah terbaca dari
apa yang mereka katakan. Terbaca di raut wajah mereka, mereka bahagia! Lulus
dengan nilai yang memuaskan atau tidak, itu tidak terlalu penting. Yang terbaca
hanya sebuah kata “Lulus”. Seketika mereka membaca kata itu, reflek mereka
mengeluarkan kata syukur, teriakan lulus, atau yang lain.
Tidak hanya mereka. Aku atau kami
bertiga pun merasakan hal yang sama. Lulus!
Seperti biasa, setelah kelulusan
tiba, malam wisuda sudah menunggu untuk segera diselenggarakan. Nama wisuda itu
terganti oleh kata Prom Night. Malam terakhir para murid-murid untuk
bercengkrama dengan kerabatnya. Itulah hari spesial.
Malam Prom Night telah tiba. Aku dan
Farah berusaha untuk berdandan cantik malam itu. Berusaha untuk tampil paling
beda. Yaaa itulah wanita.
“Ken, ada berita bagus nih!” kata
Farah sambil memegang gelas berisikan minuman berwarna biru itu.
“Apaan tuh?” Tanya ku heran.
“Fadli mau nembak cewek! Lo kali
yaaa? Cie selamat yaa!!” balas Farah yang hampir membuat mataku terbelalak
karenanya.
“ Ah serius? Lo kata siapa emang?”
tanyaku dengan muka serius dan pastinya dengan tingkat kepo yang tinggi.
“Tadi dia sms gue, katanya sih gitu.
Gue yakin elo deh!” jelas Farah.
Aku hanya bisa senyum-senyum
sendiri. Membayangkan jika kejadian itu benar terjadi. Aku tidak akan melupakan
malam Prom Night yang the best ever had ini!
Fadli datang dari kerumunan dengan
stelan baju yang formal. Dan mampu membuat pesonanya terpancar. Tapi tunggu..
Fadli membawa sebuah Bunga mawar merah. Kearah kami berdua. Hatiku memantapkan
diri.
“Far, ini buat lo” Fadli menebar
senyum.
Aku tidak percaya. Raut wajahku berubah. Aku terpaku
melihat bunga itu.
Farah hanya bisa menatapku. Dengan tampang yang iba
dan bingung.
“Sebenernya, gue suka sama lo. Gue
pengen deket sama lo. Dan gue rasa, hati gue udah gak sabar buat nunggu waktu
yang tepat. Malam ini. I love you, Farah.” Jelas Fadli.
Aku patah. Rapuh. Tak sanggup menerima itu semua. Dia
yang aku cintai ternyata mencintai sahabatku. Aku meneteskan air mata.
Aku tidak sanggup lagi melihat senyuman Fadli. Aku
berlari. Berlari! Lari dari kegelapan ini.
Teriakan dari Farah menghentikan ku. Di parkiran aku
terpaku dengan panggilan dari Farah, sahabatku. Entah, aku tidak tau. Apa aku
harus menghapus label ‘sahabat’ itu atau tidak.
“Sorry, Ken! Gue gak tau kalo dia cinta sama gue.
Sumpah gue gak tau apa-apa!” jelas Farah dengan suaranya yang parau.
Aku menangis sejadi-jadinya. Tidak mampu berkata-kata
lagi. Hatiku sudah pecah! Aku patah hati!
“Ken..” panggil Fadli dari arah belakang Farah.
Hatiku berhenti berdegup. Aku membalikan badanku ke
arah Farah dan Fadli.
“Lo suka sama gue?” Tanya Fadli perlahan.
Air mataku mulai membanjir. “Iya gue suka sama lo!
Tapi lo malah buat gue mati! Sakit, Fad. Sakittt…” tangisanku tidak bisa aku
tahan. Wajahku sudah berantakan dengan bedak dan eye liner yang sudah meleleh.
“Lo gak tau kan apa yang gue rasain? Ketika Farah
ngabarin gue, tentang lo yang mau nembak cewe. Lo tau dipikiran gue apa? Lo
bakal nembak gue, keyakinan gue ngomong kayak gitu! Tapi sekarang? Parah
sumpah! Apa karna gue yang kegeeran kali ya? Terlalu ngeharepin yang gak akan
mungkin terjadi! Lo lebih mencintai dia. Dia sahabat gue. Kalo lo jadi gue, lo
pasti bakal ngerasain hal yang sama, kayak sekarang!” jelas ku dengan tangisan
yang sudah pecah malam itu.
“Longlast ya! Mungkin, lebih baik gue gak usah ada
dipihak kalian berdua. Gue gak mau jadi hama. Ini jalan lo berdua. Makasih udah
buat hidup gue berwarna. Thanks for everything ya, Far. Tenang aja, gue bahagia
kok kalo lo jadian sama Fadli. Gue balik ya!” kata itu menjadi kata terakhirku
untuk mereka berdua. Meski mereka berdua memanggil namaku berkali-kali. Aku
tetap pada pendirianku. Aku pergi.
Setelah kejadian itu, Ayahku memilih salah satu
Universitas di London. Dan kebetulan aku mendapat beasiswa disana. London, itu
akan menjadi tempat ku yang baru. Hidup baru. Sahabat dan cinta baru tentunya.
Aku mengirim surat untuk mereka berdua. Untuk yang
terakhir kalinya. Dengan surat yang sama kata-katanya. Aku taruh didepan rumah
mereka berdua.
“Thanks ya..
Gue harap lo bahagia. Gue pamit ya.”
-Niken.
Dan kini, aku menghilang dari
duniaku dulu. Aku berevolusi!
By : Kenny Damayanti